Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Provinsi Bali menginginkan syarat kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia diperketat seiring makin banyak bermunculan turis asing bermasalah di Pulau Dewata.

“Tadinya kita terlalu welcome, sekarang lebih mengetatkan lagi, memfilter kualitas kedatangan wisatawan,” kata Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.

Menurut dia, salah satu yang dapat diperketat di antaranya perolehan visa kunjungan atau visa saat kedatangan (VoA) bagi wisatawan asing.

Ia meyakini pelaku pariwisata tidak khawatir apabila syarat visa diperketat karena lebih menekankan kualitas wisatawan.

“Kami berani (dampak pengetatan visa). Industri malah ingin sekarang (kedatangan) wisatawan diperketat, tidak jumlah (kuantitas) lagi tapi benar-benar yang menghargai lokal,” ucapnya.

Pelaku pariwisata itu mengaku menyesalkan dengan ulah sejumlah WNA di Bali termasuk salah satunya baru-baru ini ulah seorang WNA Inggris yang nekat merampas truk, menabrak sejumlah kendaraan dan menerobos fasilitas di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada Minggu (9/6) malam.

Baca juga: GIPI Bali gandeng konsulat asing sosialisasi pungutan wisman

Baca juga: GIPI Bali tekankan keandalan sistem pungutan wisman


Saat ini, pelaku sedang diperiksa lebih lanjut di Polsek Kuta Utara, Kabupaten Badung.

Sementara itu, berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi pada 2024 total ada 97 negara yang mendapatkan fasilitas visa saat kedatangan (VoA).

Adapun subjek VoA itu di antaranya dari Amerika Serikat, Australia, Inggris, Rusia, China, Ukraina, hingga Tanzania berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-02.GR.01.06 Tahun 2024.

Syarat VoA itu pun tergolong mudah yang dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi yakni cukup paspor yang sah dan masih berlaku minimal enam bulan, tiket kembali ke negara asal atau tiket terusan melanjutkan perjalanan ke negara lain dan membayar Rp500 ribu per orang per kunjungan.

VoA itu dapat diurus secara daring atau langsung di area kedatangan internasional dengan masa berlaku selama 30 hari sejak WNA memasuki wilayah Indonesia dan dapat diperpanjang satu kali, namun tidak dapat dialihstatuskan ke jenis izin tinggal lain.

Sedangkan VoA elektronik (e-VOA) dapat digunakan masuk ke wilayah Indonesia paling lama 90 hari.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim menekankan imigrasi melakukan pengawasan dan penindakan secara teratur.

Ia pun berencana melakukan evaluasi pemberian VoA mencermati banyaknya pelanggaran WNA.

“Selain menggalakkan pengawasan, imigrasi juga akan melakukan evaluasi pemberian visa on arrival untuk warga negara tertentu yang banyak membuat masalah. Kita harus menjaga agar hanya pelintas yang berkualitas yang datang ke Indonesia,” kata Silmy Karim.

Sementara itu, berdasarkan data Kemenkumham Bali selama Januari hingga 7 Juni 2024, sebanyak 135 WNA dari 41 negara di dunia sudah dideportasi dari Bali.

Dari jumlah itu sepuluh negara paling banyak dideportasi berasal dari Australia sebanyak 18 orang, kemudian Rusia (17), Amerika Serikat (14), Inggris (8), Iran (6), Tanzania (6), Ukraina, Jepang dan Jerman masing-masing lima orang serta Italia (4).

Adapun pelanggaran yang dilakukan di antaranya melebihi masa tinggal, eks narapidana, pelanggaran adat hingga tidak menaati peraturan undang-undang.

Sedangkan selama 2023, sebanyak 340 WNA dideportasi atau meningkat dibandingkan 2022 yang mencapai 188 WNA diusir dari Bali.

Baca juga: Pelaku pariwisata Bali minta transparansi penggunaan pungutan wisman

Baca juga: GIPI Bali prioritaskan inisiatif pariwisata berkelanjutan 2024


Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2024