Jakarta (ANTARA) - Direktur Keuangan PT PLN Nusantara Power Dwi Hartono menyatakan bahwa pihaknya menyediakan dana setiap tahunnya untuk melakukan modifikasi cuaca guna memitigasi dampak perubahan iklim terhadap produksi listrik.

“Setiap tahun kami menganggarkan biaya-biaya misalnya untuk teknologi modifikasi cuaca ya. Tentunya ini bekerja sama nanti dengan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika),” ujar Dwi Hartono, di Jakarta, Rabu.

Pihaknya selalu berkoordinasi dengan BMKG terkait prediksi cuaca setiap tahunnya, apakah akan kembali terjadi kekeringan atau justru menjadi tahun dengan curah hujan yang tinggi.

Ia menyampaikan bahwa upaya modifikasi cuaca yang dilakukan bertujuan untuk mengisi kembali berbagai waduk yang dikelola perseroan sebagai sumber tenaga bagi operasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Dwi menuturkan bahwa upaya perseroan dalam memitigasi dampak perubahan iklim tidak hanya dengan melakukan modifikasi cuaca, tapi juga dengan mengembangkan berbagai pembangkit listrik ramah lingkungan serta menekan emisi karbon dengan mengurangi penggunaan batu bara.

“Di saat yang sama, sebenarnya juga ada investasi-investasi baru yang kami lakukan untuk membangun berbagai power plant baru yang lebih relevan di zaman sekarang ya, yang green, lebih ramah lingkungan gitu ya,” katanya pula.

Ia menyebutkan bahwa salah satu contoh upaya tersebut adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Jawa Barat. Pihaknya juga sedang membangun PLTS Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, yang kini dalam fase konstruksi.

Dwi mengatakan bahwa PLN Nusantara Power telah menyusun rencana investasi jangka panjang untuk membangun berbagai pembangkit baru yang menggunakan sumber daya terbarukan, baik PLTA, PLTS, maupun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB).

“Kemudian juga kami membangun yang hybrid antara diesel dengan PLTA. Dalam delapan tahun ke depan kami mempunyai target untuk menambah kapasitas dari power plant itu sebesar 6,3 Gigawatt (GW) dan itu akan memerlukan investasi yang cukup besar,” ujarnya lagi.

Sementara itu, pengurangan emisi karbon dilakukan melalui program co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara dengan mencampur batu bara dengan bahan bakar lain, terutama yang berasal dari biomassa.

Dwi menuturkan bahwa upaya tersebut dilakukan agar energi listrik yang dihasilkan tetap dalam jumlah yang sama, walaupun penggunaan batu bara sebagai bahan bakar utama dikurangi.

“Ini komitmen kami untuk mendukung perbaikan lingkungan yaitu dengan mengurangi emisi dari CO2 maupun emisi dari karbon yang dihasilkan oleh PLTU Batu Bara,” ujarnya lagi.
Baca juga: BNPB: TMC efektif redistribusi hujan dari daerah terdampak bencana
Baca juga: Tanggulangi bencana, BNPB tebar 3 ton garam modifikasi cuaca di Sumbar


Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2024