Jakarta (ANTARA) - Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Novita Widya Anggraini mengatakan, pembiayaan yang disalurkan ke sektor energi, termasuk energi fosil, telah sesuai dengan penerapan risk acceptance criteria (RAC) yang ditetapkan perseroan.

“Kami memiliki strategi manajemen risiko dalam setiap penyaluran (pembiayaan), apakah itu masuk ke dalam sektor energi atau di luar itu. Kami memang sudah memiliki risk acceptance criteria-nya. Jadi dalam konteks penyaluran, kami tentu mengacu pada RAC yang sudah kita set-up,” kata Novita dalam CFO Forum CNBC Indonesia di Jakarta, Rabu.

Novita mengatakan, BNI memasukkan risiko iklim sebagai salah satu risiko yang dipantau dengan kriteria-kriteria khusus.

Sebagai contoh, untuk industri kelapa sawit, BNI mensyaratkan debitur untuk memiliki sertifikasi tertentu seperti sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

“Kita akan masuk ke sektor-sektor tertentu, sektor-sektor energi, apabila memang sudah memiliki kriteria tertentu. Apakah perizinannya tidak mengganggu ekosistem dan sebagainya. Itu tentunya yang sudah kita syaratkan dalam RAC,” kata dia.

Menurut Novita, perseroan juga menjaga komposisi portofolio pembiayaan terutama pembiayaan hijau. BNI, imbuh dia, menetapkan target 10 persen dari total portofolionya merupakan kategori kegiatan usaha berwawasan lingkungan. Novita mengatakan, saat ini target tersebut sudah tercapai.

“Artinya 10 persen dari portfolio BNI, ini adalah portfolio yang memang mendukung kegiatan usaha berwawasan lingkungan. Ini terbagi dari berbagai macam portofolio, seperti energi terbarukan, kemudian kita masuk ke dalam bangunan-bangunan yang berwawasan lingkungan, kemudian efisiensi energi,” kata dia.

Di sisi lain, lanjut Novita, BNI telah menerbitkan green bond sebesar Rp5 triliun pada 2022 untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek ekonomi berkelanjutan. Dia memastikan, dana hasil penerbitan green bond disalurkan kepada sektor-sektor berwawasan lingkungan.

Kemudian, BNI juga memiliki sustainability linked loan (SLL) berupa pemberian insentif bagi nasabah untuk memperbaiki aspek ESG dalam bisnisnya. Novita menyebutkan, SLL berhasil disalurkan ke beberapa industri industri makanan unggas dan pertanian, industri semen, dan industri besi.

“Dalam corporate plan BNI secara long term, salah satu enabler yang kami set-up khususnya untuk yang ESG related, ini kita akan tumbuh agresif di sustainability linked loan. Ini strategi yang utama dan akan kita jaga kesinambungannya, tidak hanya tahun ini tapi juga berkelanjutan sampai long term, 5 tahun atau 10 tahun yang akan datang,” kata dia.

Untuk menunjukkan keseriusan perseroan pada ESG, Novita mengatakan bahwa secara struktur organisasi BNI juga sudah memiliki unit khusus yang berfokus pada pembiayaan sektor energi terbarukan. Terkait hal ini, BNI berkomitmen untuk melatih sumber daya manusia (SDM) agar lebih memahami dan memiliki sertifikasi ESG.

Baca juga: BNI bagikan remunerasi saham Rp61,68 miliar ke direksi dan komisaris
Baca juga: BNI ajak nasabah Emerald kenal lebih dekat dengan kendaraan listrik
Baca juga: BNI gelar forum untuk UMKM eksportir di Bandung


Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ahmad Buchori
COPYRIGHT © ANTARA 2024