Seoul (ANTARA) - Para pasien kanker dan lainnya dengan kondisi medis kritis pada Rabu (12/6) menuntut dibatalkannya rencana dokter Rumah Sakit Universitas Nasional Seoul (SNU) untuk melakukan pemogokan dan memperingatkan akan mengkaji tindakan hukum terhadap mereka.

Pekan lalu, dokter senior di empat rumah sakit utama yang berafiliasi dengan SNU memutuskan untuk menghentikan operasi rumah sakit mereka tanpa batas waktu pada 17 Juni sebagai dukungan terhadap dokter magang yang meninggalkan pekerjaan mereka sejak Februari.

Para dokter magang itu melakukan aksi tersebut untuk menentang rencana reformasi kedokteran pemerintah yang melibatkan peningkatan kuota masuk sekolah kedokteran.

"Pemerintah harus menghukum para dokter yang melakukan tindakan ilegal sesuai hukum dan prinsip yang berlaku," kata Kim Tea-hyun, ketua kelompok pasien dengan sklerosis lateral amiotrofik, saat konferensi pers di depan RS SNU di Seoul, Korea Selatan pada Rabu.

"Gangguan layanan medis yang terjadi selama lebih dari 100 hari membahayakan nyawa pasien dan membuat banyak pasien meninggal karena kehilangan waktu emas," kata Kim, dengan mengeklaim bahwa tindakan kolektif tersebut bertujuan untuk mempertahankan hak istimewa mereka.

Sementara itu, Kim Sung-joo, ketua asosiasi utama pasien dengan kondisi medis kritis, mengatakan bahwa banyak anggotanya menyerukan untuk mengajukan tuntutan terhadap dokter.

“Jika ada permintaan seperti itu terus-menerus, kami akan mengkaji langkah tersebut,” kata Kim, sambil meminta agar mereka kembali ke rumah sakit sembari dilaksanakannya langkah revisi undang-undang pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban dokter dalam keadaan seperti ini.

Krisis layanan kesehatan ditakutkan akan memburuk seiring dengan Asosiasi Medis Korea, kelompok lobi utama untuk para dokter, pada pekan lalu memutuskan untuk melakukan mogok satu hari pada 18 Juni, yang dapat melibatkan komunitas dokter dan profesor kedokteran.

Meski mendapat tentangan keras, pemerintah menyelesaikan peningkatan kuota penerimaan sekolah kedokteran sekitar 1.500 kursi pada akhir bulan lalu dalam upaya mengatasi kekurangan dokter. Ini merupakan peningkatan pertama dalam 27 tahun.

Menyusul aksi tersebut, pemerintah menangguhkan langkah administratif untuk menghukum mereka sebagai upaya membujuk dokter junior untuk kembali ke rumah sakit, tetapi tampaknya hingga kini masih belum ada penyelesaian.

Sumber: Yonhap-OANA

Baca juga: Korsel perluas dana perawatan di tengah aksi mogok dokter
Baca juga: Korsel tunda rencana beri tindakan hukum ke dokter yang mogok kerja
​​​​​​​
Baca juga: Pengadilan Korsel tolak hentikan penambahan kuota sekolah kedokteran

Pewarta: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: M Razi Rahman
COPYRIGHT © ANTARA 2024