Cimahi (ANTARA) - Jenama mode lokal asal Bandung, Elizabeth, membagikan kisah menarik dalam membangun kepercayaan dan mempertahankan bisnis modenya selama lebih dari enam dekade dengan konsisten menjadi prinsip keberlanjutan dari desain produk-produknya hingga menjaga keberlanjutan dari sisi lingkungan.

Brand Manager Elizabeth Resti Ghita Pribadi menceritakan awalnya usaha ini dirintis oleh sepasang suami istri bernama Handoko Subali dan Elizabeth Halim pada 1963 dengan produk tas travel mengandalkan metode pemasaran dari rumah ke rumah atau dikenal juga door-to-door.

Dengan konsisten menjaga keberlanjutan lewat adaptasi di berbagai sisi termasuk pemasaran digital, Elizabeth berhasil menjaga eksistensinya dan memperluas cakupan skala bisnisnya menjajakan produk semakin bervariatif tak terbatas pada tas tapi juga mencakup pakaian siap pakai hingga sepatu.

Baca juga: Elizabeth gandeng Sophia Latjuba sebagai duta merek

"Di 2018 kami sudah melakukan digitalisasi dengan salah satunya join ke Tokopedia. Ketika masa pandemi semua toko kami tutup, tapi secara online operasional tetap berjalan bahkan pendapatan kami meningkat hingga 3-5 kali lipat. Ini menjadi strategi kami bertahan tanpa memberhentikan karyawan di masa sulit itu," kata Ghita dalam kunjungan media bersama Tokopedia ke Pabrik Tas Elizabeth di Cimahi, Jawa Barat, Rabu (12/6).

Dengan terus mendalami perubahan pada pemasaran digital, Ghita menceritakan bahwa Elizabeth tak hanya mengandalkan penjualan dari 98 gerai luringnya saja, tapi justru bisa lebih banyak menjangkau pelanggan nasional lewat transaksi di platform daring.

Elizabeth konsisten mengikuti tren yang sedang berkembang pada pemasaran digital seperti mengikuti acara berjualan di tanggal kembar hingga melakukan penjualan live streaming.

Langkah tersebut pun membuahkan hasil, salah satu kesuksesan dari pemasaran daring yang diadopsi Elizabeth itu dapat terlihat dari munculnya pelanggan yang berasal dari Papua di mana saat ini belum ada gerai Elizabeth di pulau tersebut.

Baca juga: Elizabeth rilis "Bloom in September" gambarkan indahnya bunga mekar
 
Produk-produk mode yang diproduksi oleh jenama fesyen asal Bandung, Elizabeth. Elizabeth merupakan jenama fesyen yang telah didirikan sejak 1963. Foto diambil saat berkunjung ke Pabrik Elizabeth di Cimahi, Jawa Barat, Rabu (12/6/2024). (ANTARA/Livia Kristianti)


Baca juga: Elizabeth luncurkan aplikasi mudahkan pelanggan dalam berbelanja

Tak cuma menjaga keberlanjutan dengan mengikuti tren pemasaran, jenama lokal asal kota Paris Van Java ini mampu menjaga keberadaannya dengan rutin memperbarui desain produknya.

Misalnya untuk produk paling larisnya yaitu tas, setidaknya secara konsisten setiap dua minggu sekali selalu ada desain baru yang dirilis oleh Elizabeth untuk menjaga ketertarikan pelanggan pada keberagaman tas.

Desain yang dihadirkan juga disesuaikan dengan target pasarnya, saat ini ada empat generasi yang termasuk kategori pelanggan Elizabeth mulai dari generasi Baby Boomers hingga Generasi Z.

Untuk generasi yang lebih dewasa seperti Baby Boomers dan Generasi X, desain tas yang sederhana dan pilihan warna netral masih dipertahankan untuk memenuhi selera kedua generasi sebagai pelanggan yang telah setia.

Sementara untuk Generasi milenial dan Z yang lebih muda, Elizabeth menyiapkan bentuk tas yang unik hingga permainan pilihan warna yang colorful dengan demikian para pelanggan potensial itu bisa tertarik menjadi pelanggan setia.

"Jadi kami mengadaptasi tren dari luar namun desainnya kembali disesuaikan dengan pasar di Indonesia dan kami sesuaikan juga dengan selera pelanggan Elizabeth," kata Ghita membahas strategi Elizabeth menjaga keberlanjutan bisnisnya dari segi desain.
Scarf menjadi salah satu produk mode yang diproduksi oleh jenama fesyen asal Bandung, Elizabeth. Elizabeth merupakan jenama fesyen yang telah didirikan sejak 1963. Foto diambil saat berkunjung ke Pabrik Elizabeth di Cimahi, Jawa Barat, Rabu (12/6/2024). (ANTARA/Livia Kristianti)


Baca juga: Koleksi busana untuk wanita muda bermobilitas tinggi

Eksisnya toko Elizabeth hingga bisa mencapai lebih dari enam dekade juga tak lepas dari andil keberlanjutan yang memprioritaskan lingkungan.

Tak hanya lingkungan hidup tapi lingkungan yang dimaksud di sini juga meliputi penyerapan tenaga lokal di sekitar pabrik Elizabeth.

Dari sisi lingkungan, Elizabeth memperhatikan keberlanjutan dengan memastikan proses produksi di pabriknya dapat seminimal mungkin menghasilkan limbah.

Dengan memanfaatkan teknologi berupa mesin untuk proses produksinya, sisa kain dari produk-produk tas, sepatu, dan pakaian pun dapat semakin sedikit.

"Kami bahkan mendapatkan predikat biru untuk pengelolaan limbah dari Dinas Lingkungan Hidup tingkat kota dan provinsi. Ini menunjukkan bahwa kami tertib dari sisi administrasi dan juga aktif melakukan reduce, reuse, dan recycle pada sistem produksi kami," ujar Ghita.

Keberlanjutan di sisi lingkungan lainnya yang berupa penyerapan tenaga lokal dan pemberdayaan perempuan juga tampaknya berdampak baik pada eksistensi Elizabeth.
Brand Manager Elizabeth Resti Ghita Pribadi (kanan), Head of Designer Elizabeth Vernalyn Subali (tengah), dan Factory Manager Elizabeth Julius Jonggi Fahrention (kiri). Elizabeth merupakan jenama fesyen yang telah didirikan sejak 1963. Foto diambil saat berkunjung ke Pabrik Elizabeth di Cimahi, Jawa Barat, Rabu (12/6/2024). (ANTARA/Livia Kristianti)


Misalnya untuk di pabriknya yang berpusat di Cimahi dari 800 karyawan yang dipekerjakan, mayoritas di antaranya ialah perempuan dan berasal dari sekitar pabrik tersebut.

Cara ini membuat pemberdayaan menjadi efektif dan tepat sasaran, dengan menjaga kesejahteraan yang baik dari pekerjanya yang berasal dari masyarakat lokal maka produksi dari Elizabeth dapat terjaga dari sisi kualitas, sehingga setiap produk yang dihasilkan memuaskan dan akhirnya menghasilkan peningkatan penjualan.

Baca juga: Elizabeth gelar workshop fesyen

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Siti Zulaikha
COPYRIGHT © ANTARA 2024