Jakarta (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengatakan telah terjadi penurunan kebakaran lahan terutama yang terjadi di ekosistem gambut, mengingat rusaknya ekosistem tersebut berpengaruh dengan peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

Dalam diskusi daring yang diikuti dari Jakarta, Kamis, Sekretaris Utama (Sestama) BRGM Ayu Dewi Utari mengatakan kebakaran di lahan gambut memiliki dampak langsung terhadap perubahan iklim, terutama karena perannya sebagai salah satu ekosistem yang menyimpan karbon.

"Tahun 2015 terjadi kebakaran besar dan Alhamdulillah sampai dengan saat ini memang kebakaran sudah menurun. Banyak yang hal dilakukan, memang kalau dikatakan sudah 100 persen kesadaran masyarakat, tidak. Tapi perhatian pemerintah terhadap pengelolaan lahan gambut sudah terjadi," ujar Ayu.

Baca juga: Peneliti jelaskan agrosilvofishery dukung pemulihan ekosistem gambut

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2015 ketika terjadi kebakaran di lahan seluas 2,6 juta hektare sekitar 34 kasus diantaranya adalah lahan gambut. Jumlah itu turun menjadi 16 persen dari luas kebakaran pada 2023 yang tercatat mencapai 1,1 juta hektare.

Dia menjelaskan dampak langsung dekomposisi gambut adalah terjadinya emisi GRK akibat turunnya tinggi muka air gambut. Dengan setiap penurunan muka air gambut sekitar 100 sentimeter menyebabkan emisi berkisar antara 95 ton CO2 per hektare per tahun.

Sebagai salah satu langkah mitigasi perubahan iklim, dia menjelaskan Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan mengurangi emisi dari sektor berbasis lahan dengan mengambil kebijakan moratorium penebangan hutan primer dan pelarangan konversi hutan yang tersisa untuk menekan deforestasi.

Baca juga: BRIN sebut ada enam juta hektare lahan gambut perlu direstorasi

Dilakukan pula restorasi fungsi ekosistem dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, termasuk mendorong partisipasi aktif dari pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat.

Semua itu merupakan bagian dari upaya mencapai target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, kata dia,  dimana ingin dicapai kondisi tingkat penyerapan lebih tinggi dibandingkan emisi yang dihasilkan di sektor kehutanan dan penggunaan lahan di Tanah Air pada 2030.

"Aksi mitigasi yang diharapkan berkontribusi paling besar dalam pencapaian penurunan emisi sektor FOLU adalah penurunan emisi dari kebakaran lahan gambut, deforestasi, dan dekomposisi gambut disertai peningkatan serapan karbon dari rehabilitasi hutan dan lahan, serta pengelolaan hutan produksi lestari," ujarnya.

Baca juga: Cegah karhutla, pemerintah intensifkan pembasahan gambut mulai Maret

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2024