Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta kepada para pelaku industri pertambangan, khususnya yang mengoperasikan smelter atau pemurnian hasil tambang, untuk menyiapkan fasilitas dual-fuel, sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap energi batu bara.

“Di bawah kewenangan kami (ESDM), hanya 5 (smelter) yang masih bergantung kepada energi batu bara. Sudah mulai diminta oleh Bapak Menteri (ESDM Arifin Tasrif) untuk menggunakan gas alam atau solar,” ujar Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Lana Saria dalam acara bertajuk, “Masa Depan Industri Batu Bara di Tengah Tren Transisi Energi”, di Jakarta, Kamis.

Smelter-smelter yang saat ini masih dalam proses konstruksi, kata Lana, juga sudah diminta untuk mempersiapkan fasilitas dual-fuel, sehingga tidak hanya bergantung kepada energi dari batu bara.

Langkah-langkah tersebut merupakan salah satu wujud komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dari sektor pertambangan.

“Mudah-mudahan, tidak dalam waktu yang terlalu lama, kita sudah bisa melakukan transisi energi dari batu bara ke energi lainnya,” kata Lana.
Baca juga: 300 karyawan batu bara terancam PHK

Dalam kesempatan tersebut, ia juga memaparkan bahwa pada 2023, realisasi produksi batu bara Indonesia mencapai sekitar 725 juta ton. Hal tersebut, kata dia, menunjukkan kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia.

Oleh karena itu, Lana merasa perlu bagi Indonesia untuk mengembangkan pemanfaatan batu bara, terutama untuk masa depan batu bara di tengah tren transisi energi.

Upaya pengembangan pemanfaatan batu bara tersebut tertuang dalam syarat perpanjangan kontrak tambang batu bara dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi lzin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Syarat tersebut mengharuskan perusahaan tambang yang ingin memperpanjang izin usahanya untuk melampirkan proyek hilirisasi batu bara.

Lana mengatakan bahwa pemerintah sudah menyetujui lima proyek hilirisasi batu bara yang masing-masing diajukan oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, serta PT Kideco Jaya Agung.

“Menuju kepada penurunan (produksi batu bara) sampai dengan 40 persen nanti di 2030, tentunya Indonesia mempersiapkan strategi-strategi yang bisa diupayakan dengan menggunakan kondisi alam yang ada di Indonesia,” kata Lana pula.
Baca juga: Jepang menyimpang dari komitmen emisi gas rumah kaca
Baca juga: Industri tambang batu bara di Mongolia Dalam kejar transformasi hijau

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2024