Jakarta (ANTARA) - Perkembangan teknologi dalam revolusi industri terus bergulir dengan pesat. Kebutuhan teknologi telah memasuki semua sektor kehidupan masyarakat dunia.

Sejak revolusi industri pertama (1760-1850) hingga diluncurkan Revolusi Industri 4.0 pada tahun 2011, banyak pihak berupaya untuk mengadaptasinya. Dalam perkembangannya, Jepang menjadi negara pertama yang mengusulkan rencana kabinetnya untuk mengadopsi Revolusi Industri 5.0 pada tahun 2016. Belum usai masa adaptasi Revolusi Industri 5.0, pada 2021 muncul konsep Industri 6.0 oleh peneliti Zizek, Mulej, dan Potocnik.

Walaupun konsep revolusi Industri terus berkembang, upaya untuk terus meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi dalam industri dan sektor produksi perlu diapresiasi.

Dampak Revolusi Industri 5.0, misalnya, diprediksi melahirkan masyarakat baru yang dikenal dengan Masyarakat 5.0. Inti dari Masyarakat 5.0, menurut Jepang, adalah “keberagaman”, “keadilan dan martabat individu”, dan “kesejahteraan yang beragam”.

Guru Besar Sistem Komputer dan Jaringan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc menjelaskan bahwa Masyarakat 5.0 merupakan masyarakat super-cerdas futuristik. Dalam Masyarakat 5.0, setiap orang dapat menikmati kehidupan berkualitas tinggi dan nyaman melalui perpaduan ruang siber dan ruang fisik secara penuh memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Menurut dia, penting bagi masyarakat untuk memiliki hubungan yang positif dengan teknologi untuk memastikan pembangunan berkelanjutan di semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan.

Faktanya, teknologi sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari peserta didik pada masa kini. Terbukti pada masa pandemi tahun 2020-2022, perjalanan pendidikan di Indonesia telah menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dalam jaringan (daring) berbasis teknologi internet. Walaupun terjadi pro dan kontra, karena masih banyak yang mengalami keterbatasan akses internet dan kurang memadainya perangkat teknologi yang digunakan, kenyataannya Indonesia berhasil melewati masa-masa sulitnya, khususnya pada dunia pendidikan.

Kemajuan teknologi dalam Revolusi Industri 1.0 hingga 6.0 perlu juga sejalan dengan menyiapkan pendidikan peserta didik dalam kehidupan bermasyarakatnya. Dalam pembahasan ini dibatasi pada pembekalan untuk peserta didik pada masyarakat super-pintar 5.0 (Society 5.0). Lantas bantuan seperti apa saja yang dapat diberikan sebagai bekal peserta didik untuk menghadapi revolusi industri dalam kehidupan Masyarakat 5.0?


Memanfaatkan Teknologi

Data Pokok Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat sebanyak 52.901.063 peserta didik pada semester genap 2023/2024. Jumlah peserta didik itu sudah termasuk dalam 38 provinsi di Indonesia dan luar negeri.

Dari data jumlah peserta didik sebesar itu, setidaknya diperlukan sangat banyak perangkat teknologi untuk menunjang kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan. Ponsel pintar menjadi salah satu pilihan perangkat teknologi yang paling efektif untuk dipergunakan langsung oleh peserta didik, sekalipun tidak semua peserta didik dapat memiliki gawai untuk kebutuhan dirinya. Namun demikian, di tengah berbagai persoalan itu, pertama kali yang perlu dilakukan adalah memberikan bantuan perbekalan dalam bentuk penguatan karakter kepada peserta didik dalam pemanfaatan teknologi.

Penguatan karakter peserta didik menjadi fondasi utama dalam mempersiapkan mereka sebagai anggota Masyarakat 5.0. Penguatan karakter tersebut dapat dilakukan melalui harmonisasi olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga peserta didik. Tentu saja, para pendidik terlibat dalam memperkuat karakter peserta didiknya pada tiap jenjang kurikulum.

Baik pendidik maupun peserta didik tidak perlu alergi terhadap penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) seperti ChatGPT, aplikasi Gemini dari Google, aplikasi musik Suno Al, realitas virtual (VR), dan aplikasi AI lainnya. Ternyata, kecerdasan buatan yang ada saat ini tetap membutuhkan keterlibatan langsung dari kecerdasan manusia. Tanpa adanya perintah (prompt) dari kecerdasan manusia maka kecerdasan buatan belum optimal. Maka dari itu peserta didik perlu diperkuat karakternya dengan mengolah sisi kemanusiaan dan moralnya saat memanfaatkan teknologi seperti AI.

Salah satu contoh aplikasi kecerdasan buatan yang dapat digunakan peserta didik dalam pembelajaran, misalnya, Suno AI. Aplikasi pemrograman musik kecerdasan buatan itu dapat menghasilkan sebuah musik dengan kualitas yang bagus. Namun sayangnya, lagu ciptaan dari robot itu masih kurang sempurna. Diperlukan keterlibatan manusia (olah pikir) untuk menyempurnakan liriknya melalui perintah (prompt) pada aplikasinya. Setelah itu, manusia itu sendiri perlu memainkan perannya dengan menambah cita rasa (olah rasa) dari sisi perasaan kemanusiaannya, dan mempraktikkannya (olah raga) dengan cara menyanyikannya kembali dengan versi vokal pribadi, dan/atau mengimprovisasikan langsung dengan alat musik sendiri menyesuaikan hasil kolaborasi pemrograman kecerdasan buatan, AI.

Dari sisi moralnya, peserta didik perlu juga diperkuat karakternya untuk mengolah batinnya (olah hati) saat menggunakan kecerdasan buatan, AI. Peserta didik perlu melihat apakah musik yang dihasilkan itu bertujuan baik dan benar untuk pribadinya atau justru merugikan dirinya sendiri atau pihak lainnya. Dengan demikian, diharapkan peserta didik sebagai anggota Masyarakat 5.0 dapat menghasilkan karya musik berkualitas terbaik didasarkan kolaborasi kecerdasan buatan dan kecerdasan manusia.


Solusi alternatif

Selain bantuan penguatan karakter peserta didik, diperlukan sedikitnya bantuan lain untuk menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota era masyarakat super cerdas dan dalam menghadapi perubahan Generasi Revolusi Industri di kemudian hari.

Pertama, bantuan anggaran pendidikan untuk belanja sarana dan prasarana teknologi pembelajaran

Anggaran pendidikan untuk tahun 2025 dialokasikan sebesar Rp708,2 triliun hingga Rp741,7 triliun, lebih tinggi dari anggaran pendidikan tahun 2024 sebesar Rp665,02 triliun. Dari besaran anggaran pendidikan Rp700-an triliun itu sebaiknya dapat digunakan sebagian dananya untuk menyediakan sarana dan prasarana teknologi pembelajaran untuk para peserta didik. Dana yang dikeluarkan untuk belanja barang seperti pembelian perangkat keras (hardware) teknologi pembelajaran, dan perangkat lunak (software) atau aplikasi teknologi lainnya sesuai kebutuhan perkembangan teknologi termutakhir. Ketersediaan sarana/prasarana teknologi itu nantinya dimanfaatkan peserta didik untuk implementasi di dalam Masyarakat 5.0.

Selain itu, untuk sebagian alokasi anggaran pendidikan juga dapat direalisasikan dengan menyelenggarakan pelatihan (soft skill) terkait teknologi informasi dan komunikasi digital untuk pendidik dan peserta didik. Pelatihan terkait teknologi tersebut disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang diperlukan untuk kehidupan Masyarakat 5.0. Jadi kehadiran negara bukan hanya dalam bentuk bantuan anggaran pendidikan saja, namun juga bantuan sarana dan prasarana teknologi, pengembangan pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi digital untuk peserta didik pada satuan pendidikannya.

Kedua, saling transfer teknologi dengan prinsip subsidiaritas.

Selain kehadiran negara di atas, diperlukan juga tanggung jawab bersama warga negara untuk berperan aktif mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi kehidupan Masyarakat 5.0. Kontribusi bersama warga negara itu dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip subsidiaritas sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara. (Vatican, 187). Subsidiaritas sesama warga negara menjadi solusi alternatif dengan cara saling kerja sama membantu antara lembaga pendidikan. Satu lembaga pendidikan yang telah memiliki sarana teknologi pembelajaran termutakhir dapat membantu lembaga pendidikan lainnya yang belum sepadan dalam kepemilikan sarana teknologinya.

Saling membantu dalam memenuhi kebutuhan sarana/prasarana teknologi pembelajaran antara lembaga pendidikan itu bukan dimaksudkan sebagai kompetitor, melainkan sebagai dukungan gotong-royong untuk memajukan kualitas pendidikan di Indonesia. Bantuan lembaga pendidikan itu dapat diberikan dalam bentuk perangkat teknologi, aplikasi teknologi, sarana teknologi pembelajaran, pelatihan terkait teknologi informasi dan komunikasi digital, maupun penyediaan layanan akses jaringan komunikasi seperti internet berbasis satelit.

Akhirnya, dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk menjadi bagian dalam kehidupan Masyarakat 5.0, semua pihak dapat membantu dengan cara membekali penguatan karakter peserta didik, mengalokasikan anggaran pendidikan untuk penyediaan sarana dan prasarana teknologi, serta subsidiaritas saling transfer teknologi. Dengan semua dukungan bantuan tersebut diharapkan peserta didik dapat mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat super pintar. Suatu keniscayaan, peserta didik sebagai generasi emas dengan segala kecerdasannya secara positif memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi digital untuk membangun kehidupan yang berkelanjutan dalam berbangsa dan bernegara.

 

*) Melki Pangaribuan merupakan Analis Pengembangan Peserta Didik

Editor: Achmad Zaenal M

Pewarta: Melki Pangaribuan *)
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024