Jakarta (ANTARA) - Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) DKI Jakarta mengusulkan kepada pemerintah untuk menambah kuota subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Rumah (FLPP) guna memastikan program perumahan berjalan mulus.

"Kuota FLPP tahun ini 166.000 unit. Artinya akan habis pada Agustus," kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) REI DKI Jakarta Arvin F
Iskandar di Jakarta, Jumat.

Arvin menjelaskan pada 2023 realisasi penyaluran FLPP 228.918 unit, sedangkan untuk 2024 Januari- Mei sudah terealisasi 78.705 unit rumah. Kemudian periode yang sama 2023 82.340 unit sehingga idealnya kuota 2024 sebanyak 218.808 unit.

Arvin mengatakan menipisnya kuota FLPP 2024 tidak hanya menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat berpendapatan rendah yang ingin membeli rumah tetapi juga bagi pengembang perumahan yang selama bergerak di bidang rumah subsidi.

Baca juga: Survei REI DKI: Mayoritas anggota puas dengan proses perizinan

Terkait usulan kepada pemerintah itu, REI DKI mendapat dukungan dari REI Jawa Barat dan REI Banten yang selama ini menjadi wilayah pengembangan rumah subsidi.

Arvin mengatakan dapat memahami keterbatasan anggaran (APBN) yang memang diprioritaskan untuk kebutuhan yang lebih mendesak. Namun tentunya adanya terobosan dari pemerintah agar program rumah bersubsidi tetap bisa bergulir pada tahun ini.

Pemerintah bisa berkolaborasi dengan perbankan untuk memastikan program rumah subsidi dapat terus berjalan mengingat dari sisi permintaan dari masyarakat masih tinggi.

REI DKI juga mengapresiasi terobosan kebijakan pemerintah yang memberlakukan sertifikat elektronik tanah melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penerbitan Dokumen Elektronik dalam Pendaftaran Tanah.

Kehadiran sertifikat elektronik menggantikan sertifikat analog tentunya merupakan terobosan yang sangat bagus. Meski demikian diharapkan pengawasan dan penegakan hukum juga tetap menjadi perhatian mengingat masih tingginya kasus kepemilikan tanah ganda.

Baca juga: REI apresiasi percepatan perizinan dari Pemprov DKI Jakarta

Sertifikat elektronik, menurut Arvin, erat kaitannya dengan proses penyaluran kredit di perbankan. Misalnya, sebagai komponen dalam analisis kredit, khususnya agunan (collateral).

“Jika sertifikat elektronik menjadi jaminan kredit di bank, maka hak tanggungan pun akan menjadi elektronik (E-HT). Bagaimana proses integrasi antara sistem Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan perbankan pemberi kredit maupun pihak notaris/PPAT tentunya perlu sosialisasi,” kata Arvin.

Demikian pula jika proses kredit pinjaman sudah diselesaikan oleh debitur. Maka tentu akan dilanjutkan dengan proses penghapusan (roya) secara elektronik oleh BPN sesuai informasi dari bank terkait.

Beberapa kasus terjadi kesalahan (error) sehingga perlu menunggu waktu untuk penyelesaian. "Tentunya hal-hal seperti ini harus diperbaiki untuk ke depan," katanya.
 

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2024