Jakarta (ANTARA News) - Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Budi Mulya menyatakan bahwa kemungkinan penurunan suku bunga BI (BI rate) masih memungkinkan untuk dilakukan, karena kondisi makro ekonomi yang terus membaik dan optimisme di sektor riil. "Ruang untuk penurunan selalu ada, karena ada optimisme di sektor riil yang mulai bergulir positif," kata Budi Mulya di Jakarta, Selasa. Pernyataan Budi Mulya disampaikan setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan menurunkan suku bunga BI (BI rate) senilai 50 basis poin dari 11,75 persen menjadi 11,25 persen. Dijelaskannya, kemungkinan penurunan suku bunga bisa terjadi mengingat tekanan dari luar negeri mulai mereda, mengingat perbaikan ekonomi beberapa negara dan dihentikannya kebijakan moneter ketat di Amerika Serikat (AS). Selain itu, katanya hal itu didukung oleh survei konsumen yang mengindikasikan peningkatan ekspektasi konsumen akan kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dan berkurangnya pesimisme terhadap kondisi saat ini. Survei penjualan eceran yang dilakukan BI, juga menunjukkan kecenderungan peningkatan penjualan riil, seperti di sektor dunia usaha, terdapat indikasi membaiknya optimisme pelaku usaha sebagaimana tercermin pada meningkatnya rencana penyerapan tenaga kerja oleh dunia usaha. Namun demikian, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), menunjukkan belum adanya indikasi yang kuat terhadap perbaikan investasi. Budi Mulya juga mengharapkan dengan penurunan (BI rate) ini, perbankan bisa segera mengikutinya dengan menurunkan suku bunga pinjaman dan suku bunga kreditnya, meski semua itu tetap berdasarkan perhitungan bisnis. "Kalau (BI rate) turun 50 basis poin, biaya dana harus disesuaikan, sehingga suku bunga kredit juga harus diturunkan," katanya. Di sektor keuangan, lanjutnya, penurunan (BI rate) tersebut ditanggapi oleh perbankan dengan menurunkan suku bunga dana dan suku bunga kredit, yang kemudian diikuti dengan meningkatnya penyaluran kredit. "Meskipun dalam bulan Juli 2006 kredit hanya meningkat sebesar Rp1 triliun, data sementara pertumbuhan kredit bulan Agustus menunjukkan perkiraan di atas Rp10 triliun," katanya. Di pasar saham, IHSG meningkat didorong oleh arus masuk modal asing yang masih terjadi sejalan dengan persepsi positif dampak penurunan suku bunga terhadap prospek perekonomian. Persepsi tersebut juga terjadi di pasar obligasi pemerintah tercermin pada imbal hasil (yield) SUN yang menurun, serta masih tingginya permintaan asing. Di masa mendatang, berdasarkan perkembangan ekonomi hingga triwulan II tahun 2006 yang tumbuh lebih tinggi dari perkiraan semula, BI lebih optimis terhadap prospek PDB pada akhir tahun 2006 dibandingkan proyeksi sebelumnya, terutama jika realisasi pengeluaran modal pemerintah dapat didorong pada tingkat yang lebih optimal. Sejauh ini peningkatan kegiatan perekonomian tersebut belum akan berdampak pada harga-harga karena dapat diimbangi oleh peningkatan di sisi penawaran sehingga inflasi diperkirakan masih sesuai dengan sasarannya di tahun 2006 di bawah delapan persen dan 2007 senilai lima hingga tujuh persen. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006