Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian menegaskan sistem pertahanan nuklir negaranya, termasuk kepemilikan senjata, ditujukan untuk mempertahankan level stabilitas dan kemampuan prediksi.

"Buku putih berjudul 'Pertahanan Nasional China di Era Baru' menjelaskan soal strategi pertahanan nuklir China dengan sangat jelas. Strategi kami mempertahankan tingkat stabilitas, kontinuitas dan kemampuan prediksi yang tinggi," katanya dalam konferensi pers di Beijing, Senin.

Hal tersebut disampaikan Lin Jian terkait dengan laporan Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (The Stockholm International Peace Research Institute atau SIPRI) soal kemampuan persenjataan, perlucutan senjata dan keamanan internasional.

Laporan SIPRI 2024 menyebutkan jumlah dan jenis senjata nuklir yang dikembangkan negara-negara di dunia telah meningkat seiring dengan semakin besarnya ketergantungan negara-negara pada efek penggentaran (detterence) nuklir.

Menurut SIPRI, pada Januari 2024, China memiliki hulu ledak nuklir sebanyak 500 unit atau jumlahnya meningkat dari 410 hulu ledak  pada 2023.

"Silahkan alihkan perhatian Anda pada investasi besar Amerika Serikat dalam meningkatkan hulu ledak nuklirnya, ditambah peningkatan penyebaran dan penggentaran nuklir AS. Inilah persoalan nyata yang akan berdampak serius terhadap stabilitas strategis global," ungkap Lin Jian.

Dalam laporan tahun 2024, SIPRI menyebut sembilan negara yang memiliki senjata nuklir yaitu Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, China, India, Pakistan, Korea Utara, dan Israel terus memodernisasi persenjataan nuklir mereka dan beberapa membangun sistem senjata bersenjata atau kemampuan nuklir baru dibanding pada 2023.

SIPRI menyebut total inventaris hulu ledak global diperkirakan berjumlah 12.121 unit pada Januari 2024 dengan sekitar 9.585 berada dalam cadangan militer untuk digunakan.

Diperkirakan ada 3.904 hulu ledak ditempatkan di rudal dan pesawat tempur atau 60 unit lebih banyak dibandingkan Januari 2023, dan sisanya berada di penyimpanan militer masing-masing negara.

Sekitar 2.100 hulu ledak yang dikerahkan dijaga dalam keadaan siaga operasional tinggi di rudal balistik. Hampir semua hulu ledak tersebut milik Rusia atau AS, namun untuk pertama kalinya China diyakini memiliki beberapa hulu ledak dalam siaga operasional tinggi.

SIPRI juga mengatakan India, Pakistan, dan Korea Utara sedang mengejar kemampuan untuk mengerahkan sebanyak mungkin hulu ledak pada rudal balistik. Hal tersebut sudah dilakukan sebelumnya oleh Rusia, Prancis, Inggris, AS dan juga China.

Kemampuan tersebut, menurut SIPRI, akan memungkinkan peningkatan pesat dalam penggunaan hulu ledak, serta kemungkinan bagi negara-negara bersenjata nuklir untuk menghancurkan lebih banyak target secara signifikan.

Selain itu SIPRI juga menjabarkan untuk pertama kalinya China juga mungkin akan mengerahkan sejumlah kecil hulu ledak di rudal selama masa damai.

China disebut berpotensi memiliki jumlah rudal balistik antarbenua (ICBM) yang sama dengan milik Rusia atau AS dalam dekade ini, meski persediaan hulu ledak nuklirnya diperkirakan masih jauh lebih kecil dibanding persediaan AS atau Rusia.

"China memperluas persenjataan nuklirnya lebih cepat dibandingkan negara lain. Tetapi di hampir semua negara yang mempunyai senjata nuklir, terdapat rencana atau dorongan signifikan untuk meningkatkan kekuatan nuklir," kata Associate Senior Fellow Program Senjata Pemusnah Massal SIPRI sekaligus Direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika (FAS) Hans M. Kristensen.

Baca juga: Korea Utara, China, dan Rusia percepat perluas persenjataan nuklir
Baca juga: Rusia, China dan Iran dukung kesepakatan nuklir JCPOA

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Rahmad Nasution
COPYRIGHT © ANTARA 2024