Karawang (ANTARA) - Sekitar lima bulan lagi, pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak akan digelar, dan kini Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang menjalani tahapan penyiapan  pemutakhiran data pemilih. Rekrutmen petugas pemutakhiran data pemilih pada pilkada serentak sudah dibuka sejak Kamis (13/6) hingga Rabu (19/6).

Di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, KPU setempat membutuhkan 7.199 orang untuk ditugaskan sebagai petugas pemutakhiran data pemilih atau pantarlih.

Dalam ketentuan perundang-undangan, pantarlih merupakan salah satu badan adhoc penyelenggara pemilu atau pilkada yang dibentuk oleh KPU untuk membantu panitia pemungutan suara (PPS) dalam pemutakhiran data pemilih.

Di antara tugas pantarlih ialah melakukan pemutakhiran data pemilih dengan cara mendatangi pemilih secara langsung untuk dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit). Kegiatan pencoklitan ini akan berlangsung selama sekitar sebulan, mulai 24 Juni hingga 25 Juli 2024.

Keberadaan pantarlih pada saat menjelang pilkada ini bukan hanya pelengkap. Kehadiran pantarlih juga tidak sekadar ada, karena pada dasarnya melalui pemutakhiran data pemilih, mereka berarti melindungi hak asasi manusia dalam konteks pemilu.

Hak pilih dalam sebuah pemilihan ini bagian dari hak asasi manusia (HAM). Hak pilih juga merupakan hak fundamental yang dimiliki setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi pada pemilihan atau pemilihan umum.

Dalam pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di antara kewajiban pantarlih dalam melakukan pemutakhiran data pemilih adalah mendatangi rumah-rumah warga untuk melakukan coklit. Turun ke lapangan menjadi keharusan seorang pantarlih dalam melakukan coklit, bukan sekadar mencocokkan data yang dimiliki dari KPU dengan data data warga dari RT/RW.

Persoalan lain yang kadang muncul dalam pemutakhiran data pemilih ialah adanya joki. Artinya, yang melakukan pemutakhiran data pemilih bukan seorang yang tercatat sebagai pantarlih. Kondisi itu terjadi karena seorang pantarlih justru meminta orang lain melakukan pemutakhiran data. Hal tersebut sangat rawan dan terbilang asal-asalan.

Berkaca pada pemilu lalu, setelah prosesi pemutakhiran data pemilih rampung, ternyata saat menjelang pemungutan suara, masih banyak masyarakat yang tidak tahu kalau mereka sebenarnya sudah didata sebagai pemilih. Kondisi itu terjadi karena coklit yang dilakukan pantarlih tidak dengan mendatangi rumah warga, melainkan hanya pencocokan dengan data warga yang dimiliki oleh RT/RW setempat.

Pemutakhiran data pemilih yang dilakukan asal-asalan sangat membahayakan, karena bisa menghilangkan hak asasi manusia dalam konteks pemilu. Valid atau tidaknya data pemilih hasil pemutakhiran, mutlak tergantung keseriusan pantarlih dalam menjalankan tugas.

Di Karawang, KPU setempat akan mengerahkan 7.199 orang pantarlih pada pilkada serentak. Mereka disebar ke 309 desa/kelurahan sekitar Karawang untuk melakukan tugas pemutakhiran data pemilih dengan berbasis per tempat pemungutan suara (TPS).

Pada pilkada nanti, KPU Karawang memproyeksikan 3.777 TPS. Dari 3.777 TPS ada jumlah pemilih per TPS-nya di bawah 400 orang, dan ada pula yang lebih dari 400 pemilih.

Untuk TPS yang jumlah pemilihnya kurang dari 400 pemilih sebanyak 355 TPS, sedangkan TPS yang jumlah pemilihnya lebih dari 400 pemilih sebanyak 3.422 TPS.

KPU Karawang sudah memutuskan bahwa jumlah pantarlih di setiap TPS tergantung dengan jumlah pemilih di masing-masing TPS. Untuk TPS dengan jumlah pemilih di bawah 400 orang, pantarlih-nya hanya satu orang. Sedangkan untuk TPS dengan jumlah pemilih di atas 400 orang, jumlah pantarlihnya dua orang.

Ribuan pantarlih di Karawang pada 24 Juni hingga 25 Juli akan melakukan coklit terhadap 1.812.352 warga yang terdaftar dalam daftar penduduk potensi pemilih pemilihan atau DP4.


Pengawasan

Dari beragam persoalan terkait dengan pemutakhiran data pemilih, maka dalam prosesnya diperlukan pengawasan dari Badan Pengawas Pemilu serta monitoring dan evaluasi rutin dari KPU Karawang.

Peran KPU dan Bawaslu ini sangat diperlukan guna mencegah terabainya hak-hak warga negara dalam memilih pemimpin pada momentum pemilihan kepala daerah.

Dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Dalam hal ini, rakyat memiliki kewajiban yang bertanggung jawab dalam memilih pemimpin yang hendak mengatur dan mengurusi kehidupan mereka.

Putusan MK nomor 011-17/PUU-I/2003 menyebutkan, hak konstitusional warga negara yakni memiliki hak untuk memilih dan dipilih merupakan hak yang dijamin konstitusi, undang-undang, dan konvensi internasional.

Agar pemutakhiran data pemilih pilkada ini menjadi perhatian masyarakat, dan masyarakat ikut melakukan pengawasan kegiatan pemutakhiran data pemilih, maka penyelenggara pemilu harus terus menyuarakan  kegiatan pemutakhiran data pemilih yang akan digelar selama sebulan ke depan, di antaranya melalui beragam platform media sosial serta media massa.


Berintegritas

Selain pantarlih yang melakukan pemutakhiran data pemilih, KPU Karawang juga memiliki badan adhoc lain yang bertugas melakukan penyelenggaraan pilkada, di antaranya Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).

KPU Karawang saat ini telah membentuk dua badan adhoc pemilu itu. Anggota PPK se-Karawang mencapai 150 orang dan anggota PPS 927 orang. Di masing-masing kecamatan terdapat lima anggota PPK, dan di setiap desa terdapat tiga orang anggota PPS yang akan mengawal prosesi pilkada.

Peran badan adhoc ini tidak bisa dipandang sebelah mata, karena mereka-lah yang menjadi ujung tombak dalam penyelenggaraan pilkada. Artinya, berkualitas atau tidak, lancar atau tidak sebuah pemilihan, ini tergantung kesiapan dan kesigapan badan adhoc pemilu.

Atas dasar tersebut, profesionalitas dan integritas sangat diperlukan oleh setiap orang yang bertugas di badan adhoc pemilu ini. Jangan sampai kejadian Pemilu 2024 terulang kembali, sejumlah anggota PPK melakukan pemindahan perolehan suara calon legislatif yang satu ke calon legislatif yang lain.

Akibat tindakan itu, mereka dipecat secara tidak hormat dan mendapat "blacklist" sehingga seumur hidupnya tidak punya kesempatan lagi untuk bertugas sebagai penyelenggara pemilu. Kejadian seperti itu harus diantisipasi oleh KPU Karawang yang merekrut mereka pada pilkada nanti.

Bentuk antisipasi tersebut di antaranya melakukan perekrutan badan adhoc dengan selektif serta mengesampingkan "titipan" dalam proses rekrutmen petugas di badan adhoc pemilu. Hal yang paling mendasar harus dipatuhi agar proses seleksi sesuai dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016, Peraturan KPU 8 Tahun 2022 serta Keputusan KPU RI Nomor 638 Tahun 2024.

Selain itu, juga harus dimaksimalkan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja masing-masing penyelenggara pilkada di badan adhoc, sehingga bisa terpantau kinerja mereka secara langsung, Jika terjadi potensi ketidakberesan bisa langsung segera diatasi.

Pilkada berkualitas bisa tercipta jika penyelenggaranya berintegritas,  jujur, transparan, akuntabel, dan akurat dalam melaksanakan tugas maupun kewenangannya.

Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Slamet Hadi Purnomo
COPYRIGHT © ANTARA 2024