Jakarta (ANTARA) - Reformasi dan pembangunan perekonomian China yang pesat tidak hanya memberikan manfaat bagi masyarakat di dalam negeri, melainkan juga bagi masyarakat dunia, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Hubungan China dan Indonesia telah berkembang secara signifikan dalam dua dekade terakhir, demikian disampaikan seorang pakar politik di Indonesia.

China kini termasuk negara berpenghasilan menengah atas, nyaris naik level menjadi negara berpenghasilan tinggi. Kesuksesan pembangunan ekonomi telah mengantarkan hampir 800 juta penduduknya keluar dari jurang kemiskinan sejak reformasi ekonomi 1978 berdasarkan catatan Bank Dunia. Pertumbuhan ekonomi China sejak saat itu juga impresif, rata-rata di atas 9 persen.

Efek positif pembangunan turut dirasakan negara lain seiring perekonomian China yang semakin terintegrasi secara global. Selain itu, salah satu prinsip kerja sama yang ditawarkan China yakni pembangunan berbasis pembangunan komunitas dengan masa depan bersama.

Peneliti Pusat Riset Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia Hayati Nufus menyebutkan beberapa kunci kemajuan China di antaranya meliputi keterbukaan untuk terus bereksperimen dan berinovasi, serta kebijakan yang berkelanjutan dan disusun sesuai kondisi domestiknya. Model pemerintahan yang layak dan efisien juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas.

"Pembangunan China ini bisa membawa manfaat baru bagi negara-negara kecil dan berkembang, sehingga kerja sama itu tidak lagi soal menang dan kalah, atau tentang siapa yang untung dan siapa yang rugi, tetapi bagaimana membawa manfaat bagi semua kalangan," ujar Hayati dalam wawancara dengan Xinhua belum lama ini.

Bagi Indonesia, China adalah mitra strategis. Hayati menyebut hubungan kedua negara sudah terjalin sejak lama, namun semakin erat dalam satu dekade terakhir semenjak disepakatinya Kemitraan Strategis Komprehensif pada 2013, dan semakin intens melalui Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI).

Dalam hal perdagangan, China merupakan mitra terbesar bagi Indonesia dari segi ekspor maupun impor. Demikian juga investasi, dengan pemerintah Republik Indonesia (RI) mencatatkan modal asing asal China mencapai 7,4 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.374) sepanjang tahun lalu, menjadikannya penyumbang terbesar kedua setelah Singapura.

Hayati mengungkapkan salah satu sisi positif investasi China di Indonesia yakni adanya transfer teknologi, contohnya pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang diklaim sebagai yang pertama dari jenisnya di Asia Tenggara. Belajar dari teknologi baru tersebut, Indonesia diharapkan dapat mengembangkan infrastrukturnya sendiri di masa depan.

Sisi menarik lainnya yang membuat investasi dari China berbeda dari negara lain adalah banyak menyasar wilayah yang kurang berkembang, terutama di luar Jawa. "Tentu ini akan menguntungkan bagi Indonesia dalam hal mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah," kata Hayati.

Menurut Hayati, pertukaran antarmasyarakat dan kebudayaan Indonesia-China masih dapat ditingkatkan lebih lanjut, yang pada nantinya akan mendorong kerja sama ekonomi dan perdagangan. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2024