Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI mengungkapkan program Sekolah Damai merupakan salah satu upaya untuk menciptakan lingkungan pendidikan Indonesia bersih dari intoleransi, kekerasan, dan perundungan (bullying).

Direktur Pencegahan BNPT RI Irfan Idris dalam kegiatan Sekolah Damai di SMK Negeri 3 Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/6), mengatakan bahwa dunia pendidikan masih menghadapi tantangan dalam menghadapi tiga dosa besar dunia pendidikan, yakni intoleransi, kekerasan, dan perundungan.

"Untuk itu, butuh kerja bersama untuk menumbuhkan ketahanan peserta didik dalam menghadapi tantangan tersebut agar lingkungan pendidikan menjadi kondusif," kata Irfan seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, memperkuat ketahanan peserta didik merupakan hal yang penting dalam memastikan bahwa mereka dapat berhasil dalam menghadapi beragam tekanan dan kejadian yang mungkin terjadi dalam proses belajar.

Oleh sebab itu, lanjut dia, Sekolah Damai yang digagas BNPT melalui Subdit Kontrapropaganda merupakan salah satu program yang mengoordinasikan institusi pendidikan untuk melawan radikalisme dan intoleransi di sekolah.

Irfan menjelaskan bahwa Sekolah Damai merupakan bagian dari tujuh program prioritas yang dicanangkan Kepala BNPT RI Komjen Pol. Mohammed Rycko Amelza Dahniel, yang memiliki empat elemen untuk membentuk ketahanan dalam lingkungan pendidikan.

Ia menyebutkan keempat elemen itu, yakni kesadaran bersama, keterikatan sosial, daya tahan masyarakat, dan daya tahan nasional.

Lebih lanjut Irfan mengatakan bahwa peserta didik harus memahami berbagai bentuk intoleransi, kekerasan, dan perundungan di lingkungan sekolah.

Selain itu, dia juga mengingatkan kepada guru agar selalu waspada terhadap perekrutan kelompok radikal di dunia maya lantaran kelompok teroris cenderung menyasar generasi muda melalui media sosial dalam aksi perekrutannya.

"Kelompok radikal teroris menggunakan dua cara untuk merekrut simpatisannya, yaitu soft approach dan hard approach," ucapnya.

Saat ini, kata Irfan, perempuan, anak, dan remaja cenderung menjadi target radikalisasi. Dengan pendekatan lembut, kelompok radikal teroris mengubah perempuan dan anak menjadi militan.

Di sisi lain, dia meminta kepada guru harus bisa mengetahui bahwa kelompok radikal teroris biasanya masuk melalui kajian ringan amar makruf nahi mungkar (perbuatan untuk melakukan suatu kebaikan).

"Makin lama mereka akan mengatakan bahwa negara ini kafir dan sebagainya. Oleh karena itu, guru perlu memahami bentuk propaganda seperti kafir dan negara agama," ucap Irfan menjelaskan.

Baca juga: BNPT: Terjemahan Pancasila dalam bahasa milenial lawan intoleransi
Baca juga: BNPT cegah paham radikal dengan program Sekolah Damai


Kegiatan Sekolah Damai di SMKN 3 Bandung merupakan penyelenggaraan keenam program Sekolah Damai. Sebelumnya digelar di SMAN 1 Palu, SMAN 3 Serang, Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi, SMAN 3 Semarang, dan SMAN 39 Jakarta

Kegiatan Sekolah Damai di SMKN 3 Bandung tersebut merupakan hasil kolaborasi BNPT RI, Duta Damai BNPT, dan Dinas Pendidikan Jawa Barat.

Sekolah Damai di SMKN 3 Bandung diikuti oleh 150 guru dari SMKN 3 Bandung, SMKN 4 Bandung, SMKN 8 Bandung, SMAN 22 Bandung, SMAN 12 Bandung, SMAN 8 Bandung, SMAN 11 Bandung, SMA Muhammadiyah 1 Bandung, SMA Bina Warga, SMA Pasundan 1, dan SMA Muhammadiyah 3 Bandung.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024