Jakarta (ANTARA) - Peternakan sapi di RW 05 Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan, ini sempat menjadi sorotan publik pada pertengahan 2023. Peternakan ini bukan hanya menguarkan bau tak sedap nan menyengat, melainkan juga menjadi sarang nyamuk lantaran lembab.
 
Kala itu, peternakan sapi itu-- hanya berjarak 3--5 meter dari rumah-rumah warga--belum dilengkapi fasilitas pengolahan limbah. Hanya terdapat beberapa bak penampungan sementara dalam tanah. Namun, bak tersebut hanya berfungsi sebagai tempat penampungan limbah tanpa ada pengolahan lebih lanjut.

Bahkan, jika musim hujan dan bak terisi penuh, maka limbah kandang dari peternakan itu akan meluap ke saluran pembuangan (parit) di permukiman warga. Tanpa ada pengolahan limbah peternakan maka menyebabkan polusi udara, air, dan tanah.

Peternakan dengan populasi 40 sapi itu disebut bisa menghasilkan kotoran padat rata-rata 40 kilogram (kg)/ekor/hari atau total kotoran padat yang dihasilkan dari kandang 1.600 kg per hari. Jumlah yang cukup besar untuk volume kotoran ternak di perkotaan padat penduduk.

Melihat permasalahan tersebut, Pemerintah Kota Jakarta Selatan menawarkan salah satu solusi mengolah limbah itu menjadi bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, yakni melalui biogas.

Peternakan sapi yang disulap menjadi penghasil biogas sekaligus sarana edukasi Cikoko Bio Farm Education, Jakarta, Rabu (5/6/2024). ANTARA/Luthfia Miranda Putri
Pemerintah--melalui BAZIS Baznas--lalu memasang dua unit digester biogas dengan kapasitas 17 meter kubik (m3) dan satu unit instalasi biourine untuk mengolah limbah feses dan urin di kandang sapi pada Maret 2024.

Instalasi biogas yang terpasang tersebut bisa mengurangi volume limbah per hari hingga 60 persen. Sisanya sebanyak 40 persen akan keluar sebagai bioslurry yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik cair dan padat.

Burhan, pemilik peternakan sapi di kawasan itu, merasakan adanya perubahan yang dialami usai peternakannya dilengkapi instalasi pengolahan biogas.

Burhan kini merasakan peternakannya menjadi lebih bersih, tertata rapi, dan lebih banyak untung karena ada pendapatan dari hasil pengolahan limbah.

Limbah kotoran sebanyak 1.600 kg per hari itu akan menghasilkan 20 m3 biogas per hari dengan asumsi 1 kg kotoran dengan bahan kering 21 persen, akan menghasilkan 0,06 m3 biogas.

Pemanfaatan biogas ini dapat digunakan untuk menyalakan kompor dan lampu dengan maksimal pemakaian 20 rumah serta 27 kompor tungku, yang bisa menghemat pengeluaran untuk membeli bahan bakar.

“Sampai 3 bulan ini penggunaan biogas ke rumah warga masih gratis,” ujar Burhan. Tidak disebutkan kapan biogas tersebut dimonetasi karena saat ini masih dihitung.

Selain itu, hasil buangan sisa pembuatan biogas masih juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Per harinya dari pengolahan pupuk itu bisa menghasilkan 10--20 kantong (isi 1 kg) yang dihargai Rp10.000 per kantong.

Burhan selaku pemilik peternakan sapi yang disulap menjadi penghasil biogas sekaligus sarana edukasi Cikoko Bio Farm Education, Jakarta, Rabu (5/6/2024). ANTARA/Luthfia Miranda Putri
Adapun alur pembuatan biogas dimulai dari memandikan sapi. Aliran air yang mengguyur sapi-sapi itu secara otomatis menyiram kotoran di bawahnya, yang nantinya akan turun ke bak air. Kemudian, limbah itu menuju ke bak kontrol in lab lalu ke biodiogester.

Biodigester merupakan reaktor tempat berlangsungnya proses fermentasi limbah atau kotoran sapi menjadi biogas.

Dalam reaktor biodigester ini dilakukan penguraian bahan-bahan organik yang terkandung dalam kotoran sapi menjadi asam-asam organik. Selanjutnya asam-asam organik ini akan terurai secara anaerobik menjadi biogas.

Selanjutnya, biogas yang tertampung akan mengalir melalui pipa koneksi/selang menuju ke rumah-rumah. Biogas inilah yang digunakan sebagai bahan bakar generator dan kompor biogas.

Solusi pengolahan limbah kotoran seperti biogas bisa menjadi model pengelolaan peternakan. Selain lebih ramah lingkungan, juga mampu memberi tambahan pendapatan bagi peternak.

“Kalau bisa (usaha kami) dibikin maju, misalnya, pupuk kebutuhan pemerintah diambil dari peternakan kami. Dinas Pertamanan bisa memanfaatkan pupuk kami,” ujarnya.

Sukses pengolahan limbah di peternakan milik Burhan itu mendorong Lurah Cikoko, Fadhilah Nursehati, mengusulkan program ini dalam lomba kelurahan tingkat Provinsi DKI Jakarta. Masih ada 73 peternakan di Jakarta yang belum menerapkan pengolahan limbah dan diharapkan mereka mau mereka menerapkan inovasi itu.

Selain menjadi pengolahan limbah, dia berharap Cikoko Bio Farm Education bisa menjadi sarana edukasi bagi anak-anak sehingga mereka tahi proses pemerahan sapi hingga pembuatan pupuk organik.

“Musibah bisa menjadi berkah, dari keluhan masyarakat, kini kita lihat fungsi peternakan itu. Hasil itu juga berkat bantuan dari Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan Baznas,” ujar Fadhilah.

"Untuk jangka panjang, pengelolaan limbah peternakan kami siapkan teknologi  biogas," kata Wali Kota Jakarta Selatan Munjirin di Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Kawasan biogas ini juga dirancang untuk bisa menjadi sarana edukasi anak-anak sekolah.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Jakarta Selatan membuatkan lubang penampungan sebagai solusi sementara mengatasi pencemaran limbah ternak sapi di RW 05, Cikoko, Pancoran.

Dengan adanya teknologi pembuatan biogas dari kotoran sapi ini, maka manfaatnya juga  bisa dirasakan secara langsung.

Manfaat itu bukan hanya bagi warga, lebih dari itu peternak juga bisa mendapat tambahan penghasilan dari hasil penjualan pupuk dan biogas yang disalurkan ke rumah warga.

Setelah dilakukan pengolahan limbah, kini tak ada lagi warga yang mengeluhkan keberadaan peternakan milik Burhan itu. 

Alhasil, mengolah limbah peternakan menjadi biogas merupakan solusi tuntas. Setidaknya hingga saat ini.

Editor: Achmad Zaenal M
 

Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024