Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis respirologi anak konsultan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dr. Wahyuni Indawati Sp.A(K) mengatakan kontak erat di lingkungan rumah merupakan faktor risiko paling kuat terhadap penularan tuberkulosis (TBC) terutama pada anak.

“Yang paling kuat hubungannya adalah house of contact atau kontak di rumah, ada juga kontak erat meski nggak tinggal serumah tapi sering ke rumah itu juga perlu ditanyakan jika melakukan investigasi terkait siapa yang jadi sumber penularan anak,” kata Wahyuni dalam diskusi TBC pada anak yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Wahyuni mengatakan penyakit TBC adalah penyakit infeksi oleh kuman mikroorganisme atau mikrobakterium tuberkolosis, yang umumnya menular melalui droplet atau percikan.

Pada penderita TBC aktif dapat menularkan ke lingkungannya melalui batuk, bersin, dan berbicara dan terhirup oleh orang di sekelilingnya termasuk anak-anak.

Baca juga: Waspadai paru-paru bermasalah dari peringatan tubuh berikut ini

Baca juga: Lima cara agar terhindar dari tuberkolosis


Sebanyak 90 persen kuman TBC akan masuk ke saluran napas dan akhirnya ke paru, sehingga tidak menutup kemungkinan pada anak yang sangat muda dengan daya tahan tubuh yang belum optimal, kuman tuberkolosis akan menyebar ke seluruh tubuh.

“Kuman akan menyebar ke seluruh tubuh dan organ lain misalnya ke otak, ginjal, mata, tulang yang menimbulkan penyakit yang seringkali menimbulkan kecacatan atau bahkan kematian,” kata Wahyuni.

Pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengatakan, seseorang yang berisiko menularkan kuman tuberkolosis di lingkungan rumah yang patut diwaspadai adalah yang dalam kurun waktu dua bulan masih menjalani pengobatan intensif, dan juga yang telah melakukan pemeriksaan dahak ada konfirmasi TBC sehingga risiko penularannya semakin tinggi.

Selain itu pada seseorang yang tidak memiliki gejala batuk namun ada bercak di paru saat rontgen juga patut dicurigai sebagai pembawa kuman tuberkolosis yang bisa menularkan sekitarnya.

Maka dari itu, ia menyarankan jika ada salah satu anggota keluarga yang terdiagnosis menderita TBC aktif segera lakukan skrining kepada seluruh anggota keluarga lainnya.

“Kalau ada yang TBC aktif maka harus skrining seluruh anggota keluarga, siapa yang terkena TBC, dalam hal ini bisa saja tertular TBC aktif bisa juga terpapar tapi nggak sakit atau TBC laten, itu ditentukan apakah harus segera tindak lanjut apakah di obati, atau diberikan terapi pencegahan TBC supaya ngga jadi aktif,” sarannya.

Adapun gejala TBC pada anak yang patut dicurigai setelah kontak dengan orang yang terdiagnosis TBC aktif adalah batuk yang tidak sembuh lebih dari dua pekan, demam tidak tinggi selama dua minggu, penurunan berat badan atau kesulitan menaikkan berat badan.


Baca juga: Temuan kasus TBC anak di Indonesia meningkat sejak tiga tahun terakhir

Baca juga: USAID dukung riset resimen pengobatan untuk tangani TB pada anak

Baca juga: Pakar paparkan perbedaan batuk pada anak pneumonia, asma, dan TBC

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2024