Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat mengungkap kasus perekrutan pekerja migran secara ilegal dengan menangkap seorang perekrut berinisial NU (46), perempuan asal Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah.

Kepala Satreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Jumat, menjelaskan kasus ini terungkap dari hasil pengembangan laporan warga yang mengaku sebagai korban.

"Jadi, korban ini merasa ditipu dengan modus pelaku yang menjanjikan bekerja di restoran di negara Kuwait, sehingga dilakukan proses lidik sampai tertangkap pelaku yang berperan sebagai perekrut," kata Yogi.

Dari laporan, kata dia, korban pada medio Februari 2023 datang menemui pelaku untuk meminta bantuan agar bisa bekerja di luar negeri.

Korban kemudian dipertemukan dengan salah seorang agen resmi pemberangkatan pekerja migran. Namun, agen tempat pelaku NU bekerja sebagai perekrut tersebut tidak menyediakan jasa pengiriman pekerja migran tujuan Kuwait.

Alhasil, pelaku menawarkan korban untuk bekerja di Hongkong. Dari tawaran kedua tersebut, Korban menghabiskan uang Rp30 juta.

"Uang itu diminta pelaku untuk biaya pembuatan paspor, visa, dan biaya berangkat ke Hongkong," ujarnya.

Pada Mei 2023, korban selanjutnya menghubungi pelaku untuk menanyakan kabar pemberangkatan. Namun demikian, pelaku tidak kunjung memberikan kepastian kepada korban.

"Atas dasar merasa tertipu itu kemudian korban lapor dan pelaku kami tangkap Kamis malam (20/6) di salah satu rumah di wilayah Ampenan, Kota Mataram," ucap dia.

Dari penangkapan NU, kata dia, pihak kepolisian turut menyita paspor milik korban, dan barang milik NU berupa kartu ATM, buku tabungan dan telepon pintar.

Dia menyebut pelaku dalam proses pemeriksaan telah mengakui perekrutan korban sebagai pekerja migran tujuan pemberangkatan Hongkong itu berjalan secara perorangan tanpa melalui agen resmi.

"Dia (pelaku NU) mengakunya karena ada kenalan yang di Hongkong makanya berani mengirim. Modusnya, kirim pekerja migran pakai visa pelancong," kata dia.

Dengan uraian penanganan itu, Yogi menegaskan arah penyidikan dari kasus ini merujuk pada pelanggaran Pasal 2, Pasal 4 juncto Pasal 10, Pasal 11 Undang-Undang RI tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan/atau Pasal 81 jo. Pasal 69 UU RI No.18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia.

"Jadi, indikasi pelanggaran merekrut tanpa melalui agen resmi, melainkan secara perorangan," ucap Yogi.

Baca juga: Imigrasi Putussibau-Kalbar pulangkan 10 PMI ilegal asal NTB
Baca juga: Polda NTB perjuangkan hak restitusi korban pekerja migran ilegal
Baca juga: Disnakertrans NTB pastikan penempatan PMI di Australia adalah penipuan

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Laode Masrafi
COPYRIGHT © ANTARA 2024