Beijing (ANTARA) - Dengan penyelenggaraan Olimpiade Paris yang tinggal sekitar sebulan lagi, para penggemar olahraga di seluruh dunia mengalihkan fokus mereka kepada antusiasme dan keglamoran Olimpiade. Topik hangat yang selalu menjadi perbincangan adalah negara mana yang akan mendominasi perebutan medali emas.

China secara konsisten menduduki posisi tiga besar dalam tabel perolehan medali sejak Olimpiade Sydney 2000, dan tren ini diperkirakan akan terus berlanjut di Paris. Namun selama satu abad terakhir, perjalanan negara yang pernah dijuluki "Sick Man of East Asia" (Pesakitan dari Asia Timur) ini sungguh luar biasa.

Antara era 1930-an dan akhir 1940-an, atlet-atlet China berpartisipasi dalam Olimpiade sebanyak tiga kali, meninggalkan sejarah yang menantang.

Pada 1932, Liu Changchun menjadi satu-satunya atlet dari China yang berkompetisi di Olimpiade Los Angeles, yang didanai oleh donasi. Dia tersingkir pada babak penyisihan nomor sprint 100 meter dan 200 meter, tetapi dipuji sebagai pahlawan nasional karena prestasi dan patriotismenya yang bersejarah.
 
Foto ini memperlihatkan kembang api pada upacara pembukaan Olimpiade Beijing 2008. (ANTARA/Xinhua/Xu Jiajun)


Pada 1936, sebuah kontingen yang terdiri dari 100 lebih orang China berangkat ke Berlin, dengan sebagian dana dikumpulkan dari tur penampilan tim sepak bola di Asia Tenggara. Namun, mereka kembali tanpa memboyong medali.

Pada 1948, sebanyak 33 atlet China berpartisipasi dalam lima nomor di London, tetapi tidak berhasil naik podium.   Momen penting terjadi pada 2008 ketika Beijing menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas, yang menunjukkan kemampuan China untuk menggelar ajang olahraga kelas dunia dalam skala yang belum pernah ada sebelumnya. Stadion "Bird's Nest" dan "Water Cube" menjadi simbol ikonis dari ambisi dan kehebatan China, yang meninggalkan warisan abadi dalam sejarah Olimpiade.

Republik Rakyat China memulai debut Olimpiade-nya di Olimpiade Musim Panas 1952 di Helsinki.

Sejak kembalinya posisi sah China di Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee/IOC) pada 1979, atlet-atlet China memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkompetisi di tingkat internasional. Ketika atlet tembak Xu Haifeng merebut medali emas Olimpiade pertama bagi China di Olimpiade Los Angeles pada 1984, hanya sedikit yang dapat memperkirakan dampak transformatif yang akan ditimbulkan oleh kemenangan Xu itu bagi dunia olahraga China.

Setelah kemenangan bersejarah Xu, China berinvestasi besar-besaran untuk infrastruktur olahraga, program pengembangan bakat, dan ajang olahraga internasional.

Di Olimpiade Sydney 2000, China mengakhiri penampilannya yang impresif dengan 59 medali, termasuk 28 medali emas, dan menempati posisi ketiga dalam perolehan keseluruhan medali, tepat di belakang Amerika Serikat dan Rusia.

Di Olimpiade Athena 2004, Liu Xiang yang berusia 21 tahun mengirimkan gelombang kegembiraan ke negaranya dengan memenangkan nomor lari gawang 110 m putra dalam catatan waktu yang memecahkan rekor. Liu mengukir sejarah dengan mengamankan medali emas pertama bagi China dari nomor sprint di Olimpiade. Catatan waktunya 12,91 detik menyamai rekor dunia saat itu.
 
Foto yang diambil pada 4 Agustus 2008 menunjukkan patung Liu Changchun, atlet Olimpiade pertama Tiongkok, di tengah Lapangan Olimpiade di Dalian, provinsi Liaoning, China.  (ANTARA/Xinhua/Liu Debin)
 


Momen penting terjadi pada 2008 ketika Beijing menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas, yang menunjukkan kemampuan China untuk menggelar ajang olahraga kelas dunia dalam skala yang belum pernah ada sebelumnya.

Stadion "Bird's Nest" dan "Water Cube" menjadi simbol ikonis dari ambisi dan kehebatan China, yang meninggalkan warisan abadi dalam sejarah Olimpiade.   Ibu kota China, Beijing, kembali berjaya di Olimpiade 2022 saat menjadi kota pertama di dunia yang menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas sekaligus Musim Dingin.

Para atlet China menampilkan performa luar biasa di kandang sendiri pada 2008, memuncaki klasemen perolehan medali dengan 48 medali emas. Dari loncat indah hingga tenis meja, senam hingga angkat berat, para atlet China mendominasi kompetisi, mengukuhkan status mereka sebagai bintang olahraga dunia.
 
Dipimpin oleh pembawa bendera Zhu Ting dan Zhao Shuai, delegasi Olimpiade China berparade di Stadion Olimpiade saat upacara pembukaan Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo, Jepang, 23 Juli 2021. (ANTARA/Xinhua/Zheng Huansong)   


Olimpiade Musim Dingin 2022 memacu target ambisius untuk menarik 300 juta orang China agar menjajal olahraga musim dingin, mempromosikan gaya hidup yang lebih sehat serta menciptakan banyak peluang bagi pembangunan lokal maupun regional.

Ibu kota China, Beijing, kembali berjaya di Olimpiade 2022 saat menjadi kota pertama di dunia yang menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas sekaligus Musim Dingin.   Hari Olimpiade tahun ini mengusung tema "Let's Move" (Ayo Bergerak). Dengan makin banyaknya orang di seluruh negeri yang secara sukarela berolahraga, China diharapkan dapat terus tampil mengesankan di Olimpiade untuk tahun-tahun mendatang. 

 Hari Olimpiade tahun ini mengusung tema "Let's Move" (Ayo Bergerak). Dengan makin banyaknya orang di seluruh negeri yang secara sukarela berolahraga, China diharapkan dapat terus tampil mengesankan di Olimpiade untuk tahun-tahun mendatang. 
 
Johannes Strolz dari Austria (kiri) dan Sebastian Foss-Solevaag dari Norwegia bereaksi setelah bermain ski alpine slalom putra Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 di National Alpine Skiing Center di Yanqing, Beijing, 16 Februari 2022. (ANTARA/Xinhua/He Changshan)



 

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2024