Jakarta (ANTARA) -
Analis ekonomi politik dari FINE Institute, Kusfiardi, mengatakan pelemahan nilai tukar Rupiah berpotensi mengurangi penerimaan negara dari sektor ekspor sehingga dapat berdampak signifikan terhadap arus pendapatan dan belanja negara tahun depan.
 
"Meskipun harga komoditas ekspor seperti minyak dan batu bara menunjukkan peningkatan, keuntungan dalam Rupiah yang diterima pemerintah dapat tergerus," kata Kusfiardi di Jakarta, Selasa.
 
Menurut dia, diversifikasi ekspor menjadi krusial untuk mengurangi risiko terhadap fluktuasi mata uang asing.
 
"Dengan nilai tukar Rupiah yang melemah secara drastis seperti ini, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional," ujarnya.

Baca juga: Rupiah menguat di tengah ekspektasi penurunan suku bunga AS
 
Di sisi lain, biaya impor barang dan jasa akan meningkat dalam rupiah akibat nilai tukar yang rendah sehingga dapat meningkatkan tekanan inflasi dan menurunkan daya beli domestik.
 
Kusfiardi menekankan perlunya kebijakan fiskal yang hati-hati dan proaktif, termasuk dalam pengelolaan investasi infrastruktur yang strategis.
 
"Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang hati-hati dan proaktif dalam menghadapi tantangan ini," ujarnya.
 
Kebijakan intervensi pasar valuta asing, penyesuaian kebijakan suku bunga oleh Bank Indonesia, serta peningkatan dalam kebijakan impor akan menjadi krusial.
 
Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi dalam jangka panjang dan memastikan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024 tetap berkelanjutan.

Baca juga: Rupiah merosot dipengaruhi data PMI AS yang solid
 
Ia juga menuturkan bahwa ketidakpastian ekonomi global, termasuk kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, turut mempengaruhi pelemahan nilai tukar Rupiah. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi kebijakan ekonomi yang kuat dan responsif dari pemerintah Indonesia.
 
"Dalam menghadapi ketidakpastian ini, kehati-hatian dalam mengelola kebijakan fiskal dan moneter sangatlah penting. Indonesia perlu terus memantau dinamika pasar global dan melakukan langkah-langkah yang tepat untuk melindungi ekonomi domestik," tuturnya.
 
Di tengah situasi ini, langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam menanggapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menentukan arah pembangunan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
 
"Keberhasilan dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional akan menjadi kunci untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat total ekspor Indonesia pada Mei 2024 mencapai 22,33 miliar dolar AS, di mana terjadi penguatan di seluruh sektor.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut, nilai ekspor ini naik 13,82 persen dibanding April 2024 (MoM) dan naik 2,86 persen dibanding Mei tahun sebelumnya (YoY). Peningkatan ekspor Mei 2024 disumbang naiknya ekspor nonmigas sebesar 14,46 persen dan sektor migas sebesar 5,12 persen dibandingkan April 2024 (MoM).

"Capaian ekspor Mei 2024 mendukung surplus perdagangan sebesar 2,93 miliar. Nilai surplus ini lebih baik dibanding surplus April 2024 sebesar 2,72 miliar dolar AS dan Mei 2023 sebesar 0,43 miliar dolar AS," ujar Zulkifli melalui keterangan di Jakarta, Jumat (21/6).

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Adi Lazuardi
COPYRIGHT © ANTARA 2024