Semarang (ANTARA) - Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) mengingatkan bahwa perguruan tinggi yang memiliki program studi ilmu komunikasi harus mengikuti perkembangan zaman seiring pesatnya teknologi informasi dan komunikasi.

Ketua Umum Aspikom Dr S Bekti Istiyanto, di Semarang, Selasa, menilai secara umum mata kuliah komunikasi ketinggalan sekitar 20 tahun yang lalu dengan kian pesat dan canggihnya teknologi informasi dan komunikasi.

Hal tersebut disampaikannya saat "Semiloka VTMS dan Kurikulum Berbasis OBE" yang digelar Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang (USM).

Komunikasi yang terjadi saat ini tidak lagi berlangsung secara konvensional, tetapi sudah banyak menggunakan perangkat, piranti, dan teknologi canggih yang semakin memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi.

Baca juga: Aspikom luncurkan direktori untuk program MBKM

Baca juga: Rektor PTS dorong kampus berkolaborasi terapkan Kampus Merdeka


Karena itu, kata dia, prodi Ilmu Komunikasi, secara khusus harus mengikuti perkembangan zaman, antara lain dengan menyesuaikan dan melihat mata kuliah prodi ilmu komunikasi di kampus-kampus di luar negeri.

Sementara itu, Ketua Prodi Ilmu Komunikasi USM Edi Nurwahyu Julianto mengakui bahwa praktik komunikasi terus mengalami perkembangan zaman dan teknologi, termasuk yang dihadapi industri media.

Ia mencontohkan dulu jurnalis televisi harus membawa kamera besar dan berbagai perangkat pendukung untuk bekerja mengabadikan suatu peristiwa, tetapi sekarang cukup dengan satu perangkat gadget.

Jurusan Ilmu Komunikasi USM, kata dia, memiliki dua konsentrasi, yakni Perencanaan Media Massa dan Perencanaan Komunikasi Strategis yang mau tidak mau harus menyesuaikan perkembangan dalam kurikulum.

"Dalam industri media misalnya, kemampuan dan pengetahuan dalam menghasilkan produk media berkualitas mengalami perubahan. In butuh 'softskill' dan 'hardskill' yang bagaimana," katanya.

Meski demikian, ia memastikan Ilmu Komunikasi USM tetap mengedepankan ciri khas keindonesiaan dengan menghindari pembuatan konten-konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa.

"Termasuk, banyak yang mengeluhkan Gen Z kalau dikasih tantangan, tidak bisa ditekan, dan sebagainya. Selama empat tahun mendidik, pembekalan karakter menjadi penting sehingga lulusan tidak hanya siap secara 'skill', tapi juga 'attitute'," katanya.

Selain itu, Edi menambahkan bahwa pihaknya juga memberikan alternatif bagi mahasiswa untuk menyelesaikan kuliah tidak hanya lewat jalur skripsi, tetapi dengan pembuatan karya produktif.

Ada mahasiswa yang membuat film dokumenter, kemudian ada yang membuat iklan layanan masyarakat (ILM), sebagai pengganti skripsi, kata dia, namun syaratnya karya tersebut harus diimplementasikan di industri.

"Misalnya mahasiswa yang bikin ILM. Jadi bentuknya kerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang membuat ILM tentang pencegahan kekerasan seksual," katanya.*

Baca juga: Dewan Pers apresiasi Muhammadiyah susun buku jurnalistik profetik

Baca juga: Unram: Peminat Program Studi Ilmu Komunikasi setiap tahun meningkat

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2024