Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan perlu upaya untuk mengatasi 24 persen penduduk usia kerja dalam kondisi tidak sedang menempuh pendidikan, bekerja, atau dalam pelatihan (Not in Education, Employment, or Training-NEET).

“70 persen penduduk usia kerja memiliki kualitas rendah, sebesar 24 persen merupakan NEET dan 59 persen merupakan tenaga kerja lulusan SMP," ujar Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN Irma Ardiana dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Irma menyampaikan hal tersebut berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang juga menyebutkan bahwa persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) terus meningkat sejak tahun 1971.

“Persentase penduduk produktif yang lebih besar dibandingkan penduduk usia non-produktif menunjukkan bahwa Indonesia masih berada pada era bonus demografi. Namun, perlu menjadi perhatian juga bahwa Indonesia juga sedang memasuki populasi menua atau aging population, ditandai dengan persentase penduduk usia 60 tahun ke atas mencapai lebih dari 10 persen,” katanya.

Irma juga menyebutkan, masih ada kesenjangan antarprovinsi di Indonesia, di mana rasio ketergantungan penduduk lanjut usia (lansia) terhadap penduduk usia produktif di beberapa wilayah masih tinggi.

“Menuju penduduk menua, yaitu 9,78 persen penduduk Indonesia berusia 60 tahun ke atas, mewarnai gambaran kependudukan nasional saat ini. Hal ini terlihat dengan semakin tinggi aging index dan semakin rendah rasio dukungan atau support ratio,” ucapnya.

Ia juga mengemukakan, Pulau Jawa tercatat memberikan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi sebesar 58 persen, dan cenderung meningkat selama 10 tahun terakhir, tetapi sebaliknya di Pulau Sumatera, Nusa Tenggara, Bali, dan Kalimantan PDRB cenderung rendah.

Untuk itu, menurutnya, perlu ada masukan untuk merumuskan kebijakan yang sesuai dengan kondisi sosial demografis di Indonesia dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang, juga untuk mendapatkan masukan tentang isu-isu kependudukan yang terjadi di Indonesia.

Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN Ahmad Taufik menyampaikan pentingnya peningkatan kualitas penduduk generasi Y dan Z untuk menyambut bonus demografi 2045.

“Gen Y dan Gen Z merupakan penduduk yang saat ini dan dalam beberapa tahun ke depan berada di usia produktif. Hal ini merupakan peluang bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih baik sekarang dan ke depan,” ucap Taufik.

Ia juga mengingatkan pentingnya memberikan ruang bagi generasi-generasi tersebut di dalam setiap kebijakan pemerintah.

“Generasi yang berkualitas menjadi modal dasar yang harus dipersiapkan sebaik mungkin. Strategisnya peran mereka dalam pembangunan, menjadikan mereka sebagai target berbagai kebijakan pemerintah,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, ada dampak lain yang perlu diperhatikan dari sisi kesehatan, seperti pengaruh usia menikah yang akan memengaruhi angka kelahiran remaja (ASFR) umur 15-19 tahun, kesehatan reproduksi, dan pemilihan alat kontrasepsi pada wanita usia subur 15-49 tahun.

“Preferensi Gen Y dan Gen Z untuk menggunakan kontrasepsi juga menjadi sangat penting untuk menggambarkan risiko dan peluang situasi kependudukan pada masa yang akan datang,” katanya.

Baca juga: Sekolah Lansia jadikan penduduk lansia bonus demografi

Baca juga: BKKBN: pendidikan rendah jadi tantangan edukasi stunting ke masyarakat

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024