Jakarta (ANTARA) – Salah satu tantangan dalam dunia perbankan dalam hal kredit adalah akurasi pendapatan dari calon nasabah sebagai dasar pemberian pinjaman. Karena itulah dibutuhkan teknologi yang bisa memberikan estimasi pendapatan berdasarkan sumber yang dipercaya dan bisa dijadikan patokan yang lebih baik bagi bank untuk memberikan pinjaman.

Hal ini diungkapkan oleh Director & Country Manager 1datapipe Indonesia Herrias Yusmawan dalam sesi temu media secara daring di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Selain pendapatan, karakter calon nasabah juga menjadi pertimbangan dalam memberikan pinjaman. Sebab ada orang yang pendapatannya besar, atau sedang namun niatnya belum tentu baik. Jika diberikan pinjaman maka tidak akan membayar.

“Lembaga keuangan harus yakin kalau orang ini skor kreditnya bagus, artinya pihak bank jadi lebih nyaman dalam memberikan pinjaman. Dengan harapan apabila diberikan pinjaman maka pembayarannya akan lebih teratur.”

Populasi penduduk Indonesia yang melek internet berada posisi keempat di dunia dan menjadi salah satu potensi besar bagi industri keuangan. Dari sisi aksesibilitas terhadap lembaga keuangan, dari 260 juta penduduk, 70 persen dari mereka masih termasuk kategori underbank atau belum terlayani oleh industri perbankan.

“Pasar Indonesia sangat besar bagi perusahaan global yang memberikan solusi bersifat analitik berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dibutuhkan oleh lembaga keuangan seperti perbankan, fintek atau penyedia dana lainnya dalam memberikan kredit atau pinjaman kepada segmen yang terkategori underbank atau unbanked yang prosentasenya cukup besarDi sini kami membantu lembaga keuangan dengan memberikan gambaran dari 35 sumber data alternatif yang semuanya lokal dan bisa dikategorisasikan,” ungkapnya.

Herrias menambahkan, 1datapipe dalam membantu lembaga keuangan dalam memverifikasi calon nasabah menggunakan pendekatan dengan beberapa kategori, antara lain telco, pemerintahan dan juga media sosial.

Tantangan yang dihadapi sektor perbankan, tuturnya lagi, adalah 30 persen saja masyarakat yang sudah mengakses lembaga keuangan dalam arti sudah punya tabungan dan memiliki pinjaman di bank. Sementara sisanya 70 persen masih belum terlayani dan lembaga keuangan tidak memilki gambaran tentang segmen tersebut.

Solusi yang sifatnya analitik berbentuk skor dan atribut sangat membantu perbankan dalam memutuskan pemberian kredit kepada calon nasabah yang terkategori underbank. Dengan adanya skor dan atribut, maka bank akan mendapat gambaran lebih lengkap yang berasal dari berbagai kategori-kategori tersebut.

“Lembaga keuangan belum memiliki informasi tentang segmen 70 persen ini. Jika dicek kepada kredit biro, mereka juga belum bisa dapat informasi apapun karena segmen ini tidak punya rekam jejak rekening di bank. Tapi pasar ini cukup potensial, makanya kami berikan kepada lembaga keuangan sumber-sumber data yang lain.”

Herrias pun mencontohkan data telco yang cukup massif karena setiap orang rata-rata punya handphone bahkan lebih dari satu nomor.

“Ada sekitar 200 juta lebih nomor handphone di Indonesia, kita bisa pelajari behaviour mereka. Kami coba memetakan perilaku nasabah dari sisi penggunaan handphone. Kalau memang bagus, maka harapannya kalau diberi pinjaman pun akan bagus juga.”

Data juga bisa diperoleh dari sumber lain seperti media sosial baik Instagram, Facebook dan lainnya.

Tantangan kredit di Indonesia secara umum ada tiga pilar, tambah Herrias. Pertama terkait dengan kapasitas, apakah orang ini kalau diberi pinjaman bisa bayar atau tidak.

“Kedua adalah pilar karakter, orang ini kalau diberikan pinjaman mau bayar atau tidak. Dan ketiga adalah pilar agunan atau koleteral. Solusi analitik kami lebih fokus pada dua pilar tadi.”

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2024