Jakarta (ANTARA) - Eksekusi enam rumah di Pulogebang Permai, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, pada Rabu, sempat diwarnai kericuhan.

Kericuhan terjadi ketika pihak kurator PT Asnawi Agung Coorporation (Asco) hendak melakukan eksekusi salah satu rumah warga secara paksa.

Mereka pun sempat berdebat dengan penghuni di salah satu rumah yang akan dieksekusi untuk dikosongkan.

Perdebatan terkait status lahan hingga proses gugatan di persidangan terus memuncak hingga anaknya tiba di rumah.

Bahkan, nyaris baku hantam antara pemilik rumah dengan pihak kurator, namun berhasil dilerai aparat Kepolisian dari Polsek Cakung yang bersiaga di depan rumah warga tersebut.

Baca juga: Eksekusi rumah di Pulogebang diwarnai kericuhan 

Akhirnya, pihak kurator pun menunda eksekusi rumah warga itu lantaran situasinya tidak kondusif. Sementara, eksekusi lima rumah lainnya berhasil dilakukan.

Kurator PT Asco M Haidar Shahab mengatakan, dari enam rumah yang dieksekusi untuk dikosongkan, hanya satu rumah belum dilakukan eksekusi. "Nanti, kita atur waktu lagi untuk pelaksanaan eksekusi rumah tersebut," ujarnya.

Perlawanan dari salah satu pemilik rumah yang akan dieksekusi itu, kata Haidar, lantaran mereka belum memahami tentang kepailitan.

Menurut dia, pihaknya melakukan eksekusi lahan dan bangunan sesuai pasal 1 ayat 1 junto Pasal 98 junto Pasal 73 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.

"Dalam UU tersebut, kami diamanahkan untuk melakukan segala upaya untuk menyelamatkan aset-aset pailit daripada debitur, dengan melakukan pengamanan, penyelamatan aset pailit," katanya.

Baca juga: PN Jakarta Pusat Sita Eksekusi Giro Tiga Bank

Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah). "Ini artinya, kurator memiliki hak untuk melakukan penyelamatan aset-aset, termasuk rumah di Pulogebang Permai ini," kata Haidar.

Karena itu, kata dia, pemilik rumah tidak bisa menghalangi bila putusannya sudah inkrah hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK).

"Mereka (pemilik rumah) tak punya hak atas tanah yang ditempati karena kita sudah melakukan investigasi dan 'cross check' bahwa lahan yang ditempati mereka adalah lahan berdasarkan girik C 422," katanya.

Sementara Girik C itu sudah tidak ada karena sudah beralih diterbitkan sertifikat induk 1845. Kemudian dipecah menjadi 1.895 atas nama PT Asco.

"Jadi, mereka hanya berdasarkan benar- tidaknya girik atau ada upaya membenarkan. Seolah-olah mereka pemilik yang sah, tetapi setelah kita melakukan cek di BPN dan kelurahan tidak ada," kata Haidar.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2024