Surabaya (ANTARA) - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak generasi muda untuk mengantisipasi bahaya fenomena meningkatnya suhu pada wilayah perkotaan yang dikenal sebagai Urban Heat Island (UHI).

Rektor ITS Ir. Bambang Pramujati, ST., MS.c., Eng., Ph.D. di Surabaya, Rabu, menuturkan bahwa Urban Heat Island merupakan fenomena alam berupa tingginya suhu daerah perkotaan yang saat ini tengah dialami oleh kota-kota besar di seluruh dunia.

"Fenomena tersebut tahun ke tahun semakin parah yang ditandai dengan suhu yang semakin meningkat," kata dosen Departemen Teknik Mesin ITS tersebut.

Bambang menjelaskan bahwa fenomena UHI atau pulau bahang perkotaan diakibatkan oleh industri yang semakin berkembang dari tahun ke tahun. Akan tetapi, perkembangan tersebut tidak dapat dihindari karena perkembangan bidang industri juga dibutuhkan oleh masyarakat.

"Kita harus berusaha agar kerusakan lingkungan akibat industri dapat diminimalisasi," ujarnya.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memaparkan bahwa seluruh kota di Indonesia menunjukkan tren peningkatan suhu yang signifikan antara 0,2 sampai 1 derajat celsius per 30 tahun. Selain itu, Indonesia juga mengalami peningkatan tren konsentrasi karbon tiap tahunnya.

Baca juga: BRIN ingatkan dampak peningkatan suhu terhadap sektor pertanian
Baca juga: BMKG sebut 2023 tahun terpanas sejak pra industrialisasi 1850


"Hingga sekarang konsentrasi karbon di udara mencapai 415 ppm," katanya.

Dwikorita menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mengakibatkan UHI, termasuk struktur geometris kota yang rumit, sedikitnya vegetasi, hingga efek rumah kaca. Selain itu, perubahan tutupan lahan yang menjadi lahan terbangun juga memperparah terjadinya UHI.

"Kapasitas termal yang tinggi dari material bangunan pun mengakibatkan panas yang diserap semakin besar," ujar mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Melanjutkan penjelasan Bambang dan Dwikorita, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro mengemukakan bahwa solusi untuk mengatasi UHI adalah dengan gerakan climate optimism.

Dalam gerakan ini, masyarakat harus dapat terhubung satu sama lain, terus memperbarui informasi terkait UHI, fokus mencari solusi, dan terus berupaya mengedukasi yang lain. “Pola pikir tersebut dapat menjadi langkah awal penyelesaian UHI,” tuturnya mengingatkan.

Sebelum dimulai workshop, pada kegiatan ini pun dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara ITS dengan BMKG untuk meningkatkan kerja sama bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Kerja sama ini harapannya dapat memenuhi kebutuhan BMKG untuk mencetak 500 doktor baru di lingkungan internalnya agar bisa lebih meningkatkan kualitas dan kinerjanya.

Baca juga: Dampak krisis iklim tak hanya sebatas peningkatan suhu bumi
Baca juga: Peningkatan suhu air hambat pertumbuhan karang di Great Barrier Reef

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Indra Gultom
COPYRIGHT © ANTARA 2024