Surabaya (ANTARA News) - Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Hotman M Siahaan, mengemukakan persoalan luapan lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. yang hingga kini tidak bisa diatasi, mungkin memerlukan kearifan, seperti juru kunci Gunung Merapi, Mbah Marijan. "Mungkin kita perlu mencari kearifan seperti itu. Kita tahu bahwa kearifan Mbah Marijan itu telah mematahkan teori-teori para pakar dari gunung api," katanya pada pengajian "Bangbang Wetan" di Balai Pemuda Surabaya, Rabu malam yang berlangsung hingga Kamis dinihari. Dikatakannya, perlunya kearifan lokal itu karena semua upaya, khususnya yang mengatasnamakan negara ternyata tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghentikan semburan lumpur di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. "Sudah hari ke-100 lumpur itu belum bisa ditangani. Saya berharap pemerintah segera mengambil keputusan yang terbaik di antara yang terjelek. Apakah kita mau menyelamatkan manusia atau lingkungan. Jangan seperti sekarang, hanya ngomong dipikirkan, dipikirkan apanya?," ujarnya. Ia bercerita beberapa waktu lalu dirinya bersama sejumlah tokoh Jawa Timur (Jatim), antara lain Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), Dr KH Ali Maschan Moesa, mendatangi DPR untuk memberikan masukan dalam menangani masalah yang telah menenggelamkan beberapa desa tersebut. "Semua masalah yang muncul saat ini merupakan kegagalan dari negara yang tidak bisa membaca kearifan rakyat," kata Guru Besar Sosiologi, yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP Unair) Surabaya itu. Sementara budawayan, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) yang menjadi penggerak dan pembicara utama dari pengajian itu mengatakan negara memang tidak bisa mengurusi masalah tersebut. "Menangani lumpur seperti itu gak karu-karuan. Pemimpin kita itu dalam menolong kita memang tidak sungguh-sungguh. Waktu tsunami atau gempa, mereka menolong kita, tapi tidak dengan kesungguhan," katanya. Pengajian "Bangbang Wetan" itu juga diisi oleh pelawak Kartolo dan Priyo Aljabar serta seorang perempuan asal Australia bernama Jema. Penyair D Zawawi Imron yang dijadwalkan mengisi pengajian ternyata tidak hadir. "Bangbang Wetan" merupakan kependekan dari "Abang-abang teko Wetan" (bahasa Jawa yang berarti, merah-merah dari timur). Kalimat itu mengartikan adanya cahaya kemerahan dari timur sebagai lambang akan munculnya pencerahan. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006