Jembrana, Bali (ANTARA) -
Petani kakao di Kabupaten Jembrana, Bali, bersukacita menyambut harga komoditas perkebunan tersebut melambung tinggi dengan harga Rp150 ribu per kilogram.
 
 
 
"Selama menjadi petani kakao, harga sekarang yang paling tinggi sepanjang sejarah. Semoga terus bertahan agar kami bisa sejahtera," kata I Ketut Sukarta, salah seorang petani dari Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Bali, Kamis.
 
 
 
Pria yang sudah 20 tahun bertani kakao itu mengatakan saat ini harga kakao kering di petani mencapai Rp150.000 per kilogram, melonjak jauh dari harga sebelumnya yang di bawah Rp100.000 per kilogram.
 
 
 
Dia mengungkapkan, tingginya harga kakao saat ini membuat petani bersemangat untuk merawat lebih baik lagi tanaman kebun tersebut.
 
 
 
Secara terpisah, seorang penggiat kakao fermentasi Agung Widiastuti yang kerap mendampingi petani kakao mengatakan, naiknya harga komoditas ini dipicu sejumlah faktor, namun yang paling signifikan adalah permintaan pasar meningkat sementara ketersediaan kakao terbatas.
 
 
 
"Naiknya harga kakao di Jembrana mengikuti pasaran dunia. Saat ini produksi kakao di Ghana dan Pantai Gading sebagai negara penghasil kakao terbesar di dunia sedang anjlok. Hal itulah yang memicu naiknya harga," katanya.
 
 
 
Menurut dia, lahan kakao di dua negara tersebut saat ini sedang menghadapi masalah perubahan iklim serta diserang virus swollen shoot roots, yang membuat produktivitas pohon kakao di sana turun.
 
 
 
Naiknya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, kata dia, juga mendorong naiknya harga kakao.
 
 
 
Dengan naiknya harga kakao saat ini, dia mengimbau, petani tetap mempertahankan kualitas, khususnya dengan mengolah biji kakao fermentasi karena memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
 
 
 
Menurut dia, kakao fermentasi dari Kabupaten Jembrana saat ini diminati produsen coklat termasuk dari mancanegara, terbukti ekspor yang rutin dilakukan.
 
 
 
Naiknya harga kakao juga dibenarkan oleh Ketua Koperasi Kerta Semaya Samaniya Jembrana I Ketut Wiadnyana, yang menampung hasil panen kakao di daerah tersebut.
 
 
 
"Kenaikan harga di semua jenis kakao mulai dari yang basah, kering hingga yang sudah difermentasi," katanya.
 
 
 
Dia mengungkapkan, sejak beberapa bulan lalu harga kakao perlahan-lahan naik hingga mencapai Rp150 ribu lebih untuk kakao kering.
 
 
 
Sedangkan untuk biji kakao basah, dia mengatakan, harga saat ini antara Rp38 ribu hingga Rp40 ribu tergantung kualitasnya.
 
 
 
"Tahun lalu harga kakao basah Rp14 ribu hingga Rp20 ribu. Harga biji kakao tergantung juga dari kualitasnya," katanya.
 
 
 
Dari petani, koperasi ini mampu menyerap panen kakao petani di Kabupaten Jembrana maksimal 58 ton per tahun.
 
 
 
Menurut dia, dulu karena harga kakao yang rendah, petani enggan untuk menanam komoditi pertanian kebun tersebut.
 
 
 
"Sejumlah petani sempat beralih ke tanaman lain. Kini minat petani menanam kakao kembali muncul karena harga panennya menjanjikan," katanya.
 
 
 
Beberapa tahun belakangan, produk biji kakao fermentasi Kabupaten Jembrana meningkat untuk memenuhi pasar domestik maupun internasional.
 
 
 
Potensi kakao ini ditindaklanjuti Pemkab Jembrana dengan memberikan perhatian khusus terhadap komoditi itu, salah satunya dengan dibangunnya pabrik pengolahan coklat di daerah tersebut.

Baca juga: Pemkab Jembrana lakukan hilirisasi komoditas kakao jadi coklat
Baca juga: Kakao fermentasi asal Jembrana-Bali tembus pasar Jepang
Baca juga: Kabupaten Jembrana miliki desa devisa sektor kakao

 

Pewarta: Gembong Ismadi/Rolandus Nampu
Editor: Ahmad Buchori
COPYRIGHT © ANTARA 2024