Baturaja (ANTARA) - Hujan di Provinsi Sumatera Selatan sudah di ujung penghabisan dan segera berganti ke musim kemarau. Meski demikian, hujan dengan intensitas ringan, sedang, hingga tinggi ternyata masih kerap turun membasahi wilayah ini sehingga menambah cadangan air.

Akan tetapi, musim basah di Sumsel juga meninggalkan beberapa pekerjaan rumah yang harus menjadi prioritas penyelesaian oleh pemerintah daerah, baik Pemprov Sumsel maupun kabupaten, sehingga menjadi solusi bagi masyarakat terdampak.

Banjir bandang terjadi di Ogan Komering Ulu (OKU) belum lama ini menerjang Kota Baturaja, ibu kota kabupaten itu. Pemkab setempat tidak tinggal diam dalam setiap fenomena banjir terjadi. Bahkan Penjabat Bupati OKU menjadikan rumah dinas untuk menampung warga Baturaja terdampak banjir.

Berbagai upaya dilakukan Pemkab OKU dengan formula, gerakan, dan strategi antisipasi serta penanganan yang lebih efektif ketika banjir masih terjadi hampir di seluruh daerah di kabupaten itu saat musim hujan.

Berdasarkan hasil inventarisasi masalah, penyebab banjir tersebut akibat luapan Sungai Ogan. Salah satu penyebabnya kebiasaan warga membuang sampah sembarangan sehingga menyumbat aliran anak sungai dan saluran pembuangan air di wilayah perkotaan.

Selain itu, pemanfaatan dan tata kelola hutan yang kurang baik oleh pihak terkait untuk dijadikan lahan perkebunan dan industri turut menjadi penyumbang bencana alam kerap terjadi saat musim hujan.

Adapun wilayah di Kabupaten OKU yang dipetakan rawan banjir tersebar di 11 kecamatan, meliputi Muara Jaya, Pengandonan, Ulu Ogan, Lengkiti, Semidang Aji, Sosoh Buay Rayap, Baturaja Timur, Baturaja Barat, Peninjauan, Kedaton Peninjauan Raya, dan Lubuk Batang.

Daerah-daerah tersebut masuk pemetaan rawan banjir dan tanah longsor karena merupakan kawasan perbukitan dan dekat dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ogan.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), hingga Mei 2024 tercatat empat kali banjir di wilayah itu.

Banjir pertama dan kedua terjadi pada periode Februari 2024, menyebabkan ratusan rumah penduduk terendam banjir dan merusak empat jembatan gantung hingga aktivitas masyarakat sempat lumpuh total.

"Terparah, bencana banjir bandang melanda dua kali selama periode Mei 2024 hingga merenggut enam korban jiwa," kata Kepala BPBD OKU Januar Efendi.

Akibat bencana alam ini tercatat 10.816 rumah warga di wilayah itu terdampak banjir bandang dengan ketinggian air 50 centimeter hingga 2 meter.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 90 rumah warga rusak berat, bahkan satu di antaranya hanyut terseret banjir bandang.

Banjir juga merusak sejumlah fasilitas umum, antara lain, 18 gedung sekolah, 41 rumah ibadah, dan 15 unit fasilitas pemerintah dengan kerugian mencapai miliaran rupiah.

Bencana alam yang terjadi pada Mei 2024 merupakan banjir terbesar yang terjadi di Kabupaten OKU sejak puluhan tahun lalu.


Gerak cepat

Pemerintah Kecamatan OKU bergerak cepat menangani banjir melalui berbagai upaya agar bencana alam tidak terulang kembali.

Upaya yang dilakukan seperti pembangunan talut dan normalisasi sungai di Kelurahan Sekar Jaya, Kecamatan Baturaja Timur, daerah langganan banjir di wilayah perkotaan karena terjadi hampir setiap tahun.

Penjabat Bupati OKU Teddy Meilwansyah menyebut proyek normalisasi sungai di Kelurahan Sekarjaya tersebut pada tahap awal dibangun sepanjang 300 meter pada tahun 2023.

Dari total panjang proyek normalisasi yang akan dilaksanakan sepanjang 1.700 meter, baru terealisasi 300 meter, sedangkan sisanya dilanjutkan pada tahun ini.

Untuk mengatasi banjir dalam jangka pendek, pemerintah setempat akan membangun kolam-kolam retensi dan normalisasi sungai sehingga ketika curah hujan tinggi, paling tidak dapat mengurangi risiko banjir dan tanah longsor.

Untuk penanganan banjir jangka panjang, Pemkab OKU menggandeng peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) guna mengkaji dan memetakan penyebab banjir yang sering terjadi di wilayah itu.

Tim BRIN sudah turun ke Kabupaten OKU untuk melakukan pemetaan secara langsung untuk selanjutnya dilakukan kajian.

Hasil dari kajian tersebut akan dijadikan sebagai acuan dan langkah-langkah ke depan yang harus dilakukan bersama Pemerintah Pusat dan daerah guna memitigasi kawasan rawan banjir.

Berdasarkan pengamatan secara fisik dengan melihat dari kondisi di daerah hulu, terdapat permasalahan klasik--diduga akibat penggundulan hutan ekstrem--sehingga menimbulkan banjir, yang sering terjadi di wilayah itu.

Pemkab OKU intensif mengajak masyarakat agar tidak membuang sampah sembarang dan menghentikan total menebangi hutan karena dapat mengundang bencana alam.

Sementara itu Lembaga Lingkungan Hidup Jejak Bumi Indonesia (JBI) Kabupaten OKU menilai bencana banjir yang terjadi di wilayah itu disebabkan karena banyak daerah tangkapan air yang rusak akibat perambahan hutan.

Pendiri organisasi tersebut, Hendra Setyawan, menegaskan bahwa daerah tangkapan air (DTA) merupakan kawasan yang berfungsi sebagai daerah penadah air, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian sumber air di suatu daerah.

Namun, daerah tangkapan air di Kabupaten OKU saat ini banyak yang rusak akibat perambahan hutan secara liar sehingga menimbulkan banjir.

Secara teknis, banjir yang sering terjadi di Kabupaten OKU mengindikasikan rusaknya DAS akibat perambahan hutan liar. "Jadi bukan masalah sampah saja," ujarnya.

Berdasarkan data mereka, dari 70.096,51 hektare kawasan hutan di Kabupaten OKU, 92 persen atau 64.657,89 hektare di antaranya merupakan lahan kritis akibat perambahan liar.

Lahan dari perambahan hutan secara liar, sebagian besar dialihfungsikan menjadi area perkebunan kopi dan kebun sawit yang memiliki daya isap air rendah.

Selain merusak ekosistem hutan, alih fungsi ini juga memicu banjir dan longsor  khususnya di daerah bantaran sungai.

Oleh karena itu, untuk melestarikan alam sekitar, organisasi tersebut melakukan pendampingan rehabilitasi seluas 10.400 hektare lahan di Sumsel, termasuk 2.000 hektare di Kabupaten OKU.

Lembaga tersebut juga melakukan gerakan menanam ribuan bibit pohon di DAS Ogan secara mandiri untuk mengurangi risiko bencana alam di Kabupaten OKU.

Selain menghijaukan Bumi, menanam pohon juga dapat meminimalisasi banjir dan tanah longsor.

Gerakan menanam pohon setiap tahun juga dilakukan bersama kelompok tani hutan (KTH) di beberapa kabupaten di Sumsel melalui gerakan menanam satu miliar pohon.

Di Kabupaten OKU, sekitar 200 ribu bibit pohon ditanam bersama warga sejak tahun 2019. Ini langkah penting demi menghindarkan OKU dari terjangan banjir di masa mendatang.

Editor: Achmad Zaenal M
 

Pewarta: Edo Purmana
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024