Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Yani mempertanyakan permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar DPR RI, khususnya Komisi III DPR RI menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"KPK arogan. Atas hak apa KPK minta seperti itu. RUU KUHAP itu untuk reformasi, sudah cukup lama, jauh sebelum ada KPK," kata Yani di Jakarta, Kamis.

KPK, sarannya, sebaiknya tidak teriak-teriak seperti layaknya LSM. Sebab, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto bersama dirinya membahas RUU KUHAP tahun 90-an sewaktu masih di YLBHI.

"Jangan teriak-teriak, kayaknya LSM saja. Saya bersama Bambang Widjojanto tahun 1990-an membuat draf RUU KUHAP waktu dia masih di YLBHI. BW termasuk penggagas perubahan KUHAP," kata Yani menegaskan.

Yani menjelaskan, sikap KPK itu dikarenaketidaktahuannya bahwa pemerintah yang mengajukan RUU KUHAP dengan diketahui Kejaksaan, Kepolisian dan Kementerian Hukum dan HAM.

"Pembuat UU itu kan DPR - Pemerintah, bukan KPK. KPK ini user, kenapa meminta DPR memberhentikan. KPK mestinya mendebat dulu dengan pemerintah, bukan ke DPR. Ini kok ke DPR, kebencian ke DPR terlalu tinggi buat KPK tidak rasional," kata Yani.

Permintaan KPK untuk menghentikan pembahasan RUU KUHAP, kata Yani, dimungkinkan karena KPK tak ingin dikontrol, terutama tentang tata cara berhukum. "Revisi ini untuk lindungi hak warga negara agar tidak seenaknya dijadikan tersangka," kata Yani.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2014