Beijing (ANTARA) - Ketika berbicara tentang kerja sama China-Afrika, kata "kaleidoskopis" muncul di benak kita. Dalam beberapa tahun terakhir, kerja sama bilateral telah membuahkan hasil di berbagai bidang, salah satunya adalah infrastruktur.

Kerja sama China yang beragam dengan Afrika, terutama di bidang infrastruktur, mengubah benua tersebut melalui proyek-proyek seperti jalan raya, jalur kereta, jembatan, pelabuhan, sekolah, rumah sakit, dan pembangkit listrik, mendorong konektivitas dan menjanjikan masa depan yang lebih cerah.

Dari dataran tinggi di timur hingga pantai di barat benua tersebut, dari negara-negara yang terkurung daratan di kawasan sub-Sahara hingga negara-negara kepulauan kecil di Samudra Hindia Barat, jalan raya, rel kereta, jembatan, pelabuhan, sekolah, rumah sakit, dan pembangkit tenaga listrik yang dibangun dengan bantuan China sedang menyiapkan dasar untuk masa depan yang lebih baik bagi benua yang penuh dengan peluang dan potensi itu.

Proyek-proyek transportasi menciptakan masa depan yang lebih terhubung.

"Untuk menjadi kaya, bangunlah jalan terlebih dahulu." Kata-kata tersebut bukan sekadar pepatah populer China, tetapi merupakan pelajaran penting dari pembangunan China sendiri.

Mengandalkan pengalaman itu, China menghabiskan puluhan tahun bekerja sama dengan Afrika untuk membangun infrastruktur transportasi yang diperlukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks ini, salah satu contoh yang paling nyata adalah jalur kereta Addis Ababa-Djibouti, jalur transportasi yang menghubungkan Ethiopia dan Djibouti serta jalur kereta listrik transnasional pertama di Afrika Timur.

Itu merupakan proyek unggulan di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra, dan satu dari dua jalur transportasi utama dalam Prospek Perdamaian dan Pembangunan di Tanduk Afrika yang diajukan China pada 2022 guna mendukung negara-negara regional dalam mengatasi tantangan keamanan, pembangunan, dan tata kelola.

Jalur kereta tersebut secara signifikan meningkatkan akses negara-negara di sepanjang rute itu ke dunia luar. Jalur kereta tersebut memangkas waktu pengangkutan barang dari semula tiga hari lebih menjadi kurang dari 20 jam, serta memangkas biaya setidaknya sepertiganya.

Hingga saat ini, jalur kereta itu telah mengangkut 680.000 penumpang dan 9,5 juta ton kargo, dengan tingkat pertumbuhan pendapatan tahunan rata-rata 39 persen.

Ketika negara-negara di kawasan tersebut menghadapi lonjakan harga minyak, jalur kereta listrik itu memainkan peran sangat penting dalam menyalurkan bahan-bahan penting seperti minyak nabati dan pupuk guna memenuhi kebutuhan pembangunan sosial-ekonomi.

Pada Mei tahun ini, kontraktor China menyerahkan pengelolaan dan pengoperasian jalur kereta tersebut kepada pihak Afrika setelah enam tahun beroperasi dengan lancar.

Menteri Keuangan Ethiopia Ahmed Shide mengatakan, "Jalur kereta Addis Ababa-Djibouti merupakan contoh dari hubungan China-Afrika yang terus berkembang. Kemitraan China-Afrika telah teruji oleh waktu, menunjukkan ketangguhannya, serta menandai masa depan yang lebih cerah dan kuat."
 
   Sejumlah penumpang duduk di kereta rute Ethiopia-Djibouti di Stasiun Kereta Nagad, Djibouti, pada 19 September 2022. (Xinhua/Dong Jianghui)

Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak proyek infrastruktur di Afrika yang dikerjakan oleh China telah menghasilkan manfaat nyata. Bahkan, manfaat tersebut tidak hanya terbatas pada sektor transportasi tradisional, tetapi juga mencakup sektor-sektor lain yang lebih luas.

Sejak dibentuknya Forum Kerja Sama China-Afrika (Forum on China-Africa Cooperation/FOCAC) pada 2000, menurut buku putih "China dan Afrika di Era Baru: Kemitraan yang Setara", perusahaan-perusahaan China telah membantu negara-negara Afrika dalam membangun atau meningkatkan lebih dari 10.000 km jalur kereta, hampir 100.000 km jalan raya, sekitar 1.000 jembatan, hampir 100 pelabuhan, 66.000 km transmisi dan distribusi listrik, kapasitas pembangkit listrik yang terpasang sebesar 120 juta kW, jaringan utama komunikasi sepanjang 150.000 km, serta layanan jaringan yang mencakup hampir 700 juta terminal pengguna.   

Kerja sama ekonomi biru mengembangkan bakat

Lautan menghubungkan berbagai negara, membawa harapan yang tak terbatas. Dalam beberapa tahun terakhir, di bawah "Visi Kerja Sama Maritim di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra" dan "Inisiatif Kerja Sama Biru Sabuk dan Jalur Sutra", China mengambil langkah konkret untuk menjalin kemitraan biru dengan Afrika.

Dalam Visi Kerja Sama China-Afrika 2035 yang dirilis di Konferensi Tingkat Menteri FOCAC kedelapan pada 2021, kerja sama di bidang ekonomi biru terdaftar sebagai "area pertumbuhan baru" yang dapat "menambah nilai dan memanfaatkan sumber daya kelautan secara berkelanjutan".

Proyek-proyek infrastruktur di bidang ini menciptakan banyak lapangan kerja lokal dan membantu melatih para insinyur, teknisi, dan profesional terampil lainnya yang sangat dibutuhkan untuk Afrika..

Proyek pelabuhan Lamu di Kenya merupakan contohnya. Pelabuhan itu memiliki peran penting dalam Visi 2030 Kenya, cetak biru pembangunan jangka panjang negara tersebut. Dibangun oleh sebuah perusahaan China, pelabuhan itu merupakan bagian dari upaya Kenya untuk menjadi pusat perdagangan utama di Afrika Timur.
 
Operator kereta kargo tiba dengan truk kiriman pertama di Stasiun Pengangkutan Indode di pinggiran Addis Ababa, Ethiopia, pada 24 Mei 2023. (Xinhua/Michael Tewelde)  

Lebih dari tiga perempat pekerja yang dipekerjakan dalam proyek tersebut berasal dari Afrika.

Perusahaan-perusahaan China mengirimkan para pekerja China yang berpengalaman dan terampil untuk memberikan pelatihan di tempat kerja kepada para pekerja setempat. Hal ini disambut dengan antusiasme tinggi di kalangan pemuda Afrika. Lebih dari 2.500 kesempatan kerja dengan pelatihan khusus tersebut telah menghasilkan banyak pekerja terampil.

Setelah proyek itu rampung, mereka dapat menemukan pekerjaan baru dan menjalani kehidupan yang lebih baik dengan keterampilan yang mereka kuasai.

Kerja sama ekonomi hijau mendorong transisi energi

China menjadi mitra penting dalam transisi hijau di Afrika. Hingga saat ini, China telah mengerjakan lebih dari 100 proyek energi bersih di bawah kerangka kerja FOCAC, mendukung negara-negara Afrika dalam memanfaatkan energi bersih dengan lebih baik seperti tenaga surya, air, angin, dan panas bumi.

Ladang Angin De Aar telah mengubah lanskap energi di Afrika Selatan. Sebagai proyek pembangkit listrik tenaga angin pertama yang dibiayai, dibangun, dan dioperasikan oleh perusahaan China di Afrika, proyek tersebut memasok 760 juta kilowatt-jam listrik bersih setiap tahunnya, memenuhi kebutuhan listrik 300.000 rumah tangga.

Hal itu telah berkontribusi dalam menutup kesenjangan yang disebabkan oleh energi bersih yang tidak stabil serta mengatasi kekurangan listrik di Afrika Selatan.

Upaya berkelanjutan China dalam membantu mengembangkan infrastruktur di Afrika selama beberapa dasawarsa ini berakar pada filosofi Konfusianisme.

Mengutip The Analects, "Orang yang berbudi luhur, sembari memapankan diri dan mengejar kesuksesan, juga berupaya memapankan orang lain dan memungkinkan mereka untuk berhasil pula."

Dengan kata lain, dalam mengejar pembangunannya sendiri, China dengan tulus berharap dapat melihat negara-negara Afrika, yang juga merupakan anggota penting dari Global South, menjadi makmur dan kuat.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024