Jakarta (ANTARA) -
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid alias HNW mengatakan berbagai akademisi telah mendukung untuk dibentuknya Badan Kehormatan MPR sebagai langkah merealisasikan Ketetapan MPR RI Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

 
 
Dia mengatakan nantinya badan tersebut bakal memastikan kode etik MPR dijalankan oleh para Anggota MPR. Sehingga bila ada permasalahan etik dari Anggota MPR, maka menurutnya bisa ditindaklanjuti oleh MPR dan bukan oleh lembaga negara yang lainnya.

 
 
"DPR dan DPD sudah ada Mahkamah Kehormatan tapi banyak kegiatan di MPR yang tidak terkait dengan DPR dan DPD. Misalnya sosialisasi empat pilar," kata HNW di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

 
 
Adapun HNW pada Selasa ini menjadi pembicara pada forum diskusi tentang rencana pembentukan Badan Kehormatan MPR. Forum itu menurutnya dihadiri sejumlah akademisi, di antaranya Rektor Universitas Paramadina Prof Didik Rachbini, Wakil Rektor III UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Ali Munhanif, hingga Guru Besar Universitas Indonesia Prof Fitra Arsil.

 
 
Dia mengatakan bahwa pembahasan terkait badan kehormatan itu masih memungkinkan untuk dilakukan pada periode ini. Untuk pembentukan badan itu, menurutnya hanya diperlukan rapat gabungan yang masih bisa digelar dengan sisa waktu yang ada.

 
 
"Kita masih punya waktu untuk rapat gabungan karena kita masih punya masa sidang sekarang ini, Juli masih ada, bulan Agustus masih ada, bulan September masih ada," kata dia.

 
 
Adapun Badan Kehormatan MPR itu juga diperlukan guna menjawab tantangan kode etik, seperti yang terjadi di DPR maupun DPRD terkait dengan masalah judi online yang diduga dilakukan oleh anggotanya. Dia pun sangat menyetujui Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang bakal menindaklanjuti secara serius masalah itu.

 
 
"Terkait dengan masalah judi online, kalau kemudian memang ada Anggota MPR yang terlibat ya tentu majelis kehormatan ini akan melakukan peran," katanya.

 
 
Dengan adanya badan kehormatan itu, dia menilai nantinya tidak semua permasalahan para legislator itu diproses di MKD DPR. Menurutnya penindakan akan tergantung terhadap jenis-jenis kegiatan yang terkait.

 
 
"Kalau kelihatannya dia di DPR yaitu MKD, kalau kegiatan dengan MPR ya berarti di MPR, kalau kegiatan dia di DPD ya di DPD. Di DPD kan juga ada badan kehormatan juga," kata dia.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2024