Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menggandeng sejumlah pihak untuk memperkuat pelestarian kekayaan dan warisan budaya Jambi berupa pangan, sebagai salah satu upaya revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi.

Dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek menggandeng Javara dan Seniman Pangan untuk memperkaya kembali nilai-nilai sejarah serta budaya yang dilestarikan selama berabad-abad lewat warisan gastronomi dari daerah sekitar candi yang berusia lebih dari 1.300 tahun tersebut.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko mengatakan revitalisasi kawasan itu tak hanya fokus pada pemugaran fisik candi, namun juga memelihara dan memperkaya budaya lokal.

"Melalui kolaborasi erat dengan masyarakat lokal, kami ingin menghidupkan kembali tradisi spiritual dan pendidikan yang kaya, sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar dalam menjaga keberlanjutan warisan budaya yang tak ternilai," ujar Agus.

Menurutnya, Jambi memiliki kekayaan tanaman pangan, sehingga masyarakatnya tidak lagi mengimpor makanan. Hal ini, katanya, yang membuat kuliner Jambi mampu dimanfaatkan secara maksimal, baik dalam bentuk makanan sehari-hari, obat-obatan, hingga minuman.

Baca juga: Ranginang, penganan legendaris yang lestari
Baca juga: Menparekraf harap kuliner Jambi bisa bangkitkan ekonomi kreatif


Kekayaan gastronomi tersebut, katanya, adalah salah satu peninggalan budaya dan sejarah yang signifikan selain kekayaan alam berupa rawa, gunung, dan bentang alam.

Dia berharap inisiatif tersebut dapat memelihara warisan budaya sekaligus menawarkan pengalaman menarik bagi pengunjung.

Pendiri Javara Helianti Himan mengatakan jamuan Kabupaten Muaro Jambi didasarkan pada karakter bentang alam dan keselarasan hidup dengan alam, dan Jambi menyimpan ragam kekayaan yang mampu dimanfaatkan.

Dia mengatakan semua jenis makanan dan minuman senantiasa mengedepankan kearifan untuk menjaga nutrisi, salah satu contohnya tetap memakai proses tumbuk beras agar nilai protein terjaga.

"Lewat edukasi, warga desa senantiasa dilatih menyediakan gastronomi lewat keanekaragaman yang ada. Ke depan, kami berharap para pengunjung bisa merasakan pengalaman dan cerita rasa dari kawasan Candi," kata Helianti.

Dia mencontohkan, makanan berbasis bahan dari rawa yaitu rempah ratus belut dari ikan belut yang dibubuhi bumbu tradisional. Adapun daging belut yang tinggal di rawa, katanya, memiliki kadar protein, sehingga dinilai mampu menjaga kesehatan mata dan mencegah anemia.

Atau, ujarnya, makanan berbasis hutan yaitu gula enau atau aren, cuka no yaitu cuka dari nira enau, hingga daun-daun aromatik yang dipakai sebagai sayur rempah ratus belut.

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Indra Gultom
COPYRIGHT © ANTARA 2024