Jakarta (ANTARA) - Head of Investment Product & Advisory PT Bank DBS Indonesia Djoko Soelistyo merekomendasikan para nasabah untuk berinvestasi di obligasi negara yang diterbitkan pemerintah Indonesia dalam denominasi dolar AS apabila suku bunga acuan The Fed (FFR) turun di kuartal keempat 2024.

“Sekarang kalau kita lihat, nilai yield dari obligasi dolar AS yang dibuat oleh pemerintah Indonesia itu sangat menarik. Kalau dibandingkan dengan US Treasury, punya kita jauh lebih baik. Jadi para nasabah, investor, atau calon nasabah yang mungkin saat ini sudah punya dolar AS tapi belum tahu untuk investasi di mana, boleh investasi di obligasi yang dolar AS,” kata Djoko di Jakarta, Rabu.

Selain itu, investor juga bisa menempatkan investasinya di reksadana offshore (luar negeri) berdenominasi dolar AS, termasuk reksadana syariah offshore. Apabila suku bunga The Fed turun, apalagi turun secara bertahap, maka diharapkan akan ada pergerakan yang positif terhadap nilai ekuitas di Amerika Serikat termasuk ekuitas-ekuitas yang berbasis syariah.

“Investasi di reksadana yang berbasis syariah itu juga satu hal yang bagus, di luar dari (saham) teknologi. Teknologi, kita semua tahu, bagus, ya. (Saham di sektor teknologi) itu juga bagus,” kata Djoko.

Adapun DBS Group Research memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat di kuartal keempat tahun ini, dengan asumsi bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed menurunkan suku bunga acuannya mendekati atau tepat pada kuartal keempat 2024.

Dengan adanya kemungkinan penguatan rupiah di semester kedua atau akhir tahun ini, Equities Specialist DBS Group Research Maynard Arif mengatakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga diharapkan menunjukkan performa yang lebih baik.

“Kalau target (IHSG) ke level berapa, kita melihat saat ini prediksi kita masih cukup optimis di 7.700-an untuk akhir tahun. Tapi kembali lagi, itu tergantung juga bagaimana nanti kebijakan The Fed, lalu Pemilu (di AS),” kata Maynard.

Apabila suku bunga The Fed turun, ujar Maynard, maka beberapa sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga, seperti sektor perbankan, consumer cyclical, dan properti memiliki potensi untuk dilirik investor. Kemudian, saham-saham dari perusahaan besar dengan nilai pasar yang tinggi atau big caps juga menarik untuk dilirik.

“Dengan koreksi kemarin, (investor) asing kan keluar. Tapi kalau asing masuk lagi, biasanya masuknya ke (saham) big caps dulu. Kita tinggal cari, big caps mana yang mungkin sudah koreksi banyak tapi mempunyai prospek yang positif pertumbuhannya tahun ini dan mungkin tahun depan yang mungkin menurut kita juga menarik untuk dikoleksi,” kata Maynard.

Baca juga: DBS perkirakan rupiah menguat di Q4 jika The Fed turunkan suku bunga
Baca juga: Ekonom proyeksikan penurunan BI-Rate akan lebih lambat dari FFR
Baca juga: Ekonom prediksi suku bunga BI 6,25 persen bertahan hingga akhir tahun


Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2024