Jakarta (ANTARA) - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menyebutkan bahwa masih ada masalah dalam upaya mengontrol kandungan gula, garam, dan lemak (GGL), yakni pengawasan di sektor industri, terutama sektor industri makanan non-formal.

Ketua Umum Pengurus Pusat IAKMI Dedi Supratman dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mampu mengawasi industri makanan formal, begitupun non-formal.

Akan tetapi, kata Dedi, kemampuan BPOM untuk menjangkau sektor industri makanan informal belum tentu luas.

Menurut dia, dalam hal ini masyarakat juga perlu diberi peran dalam pengawasan, agar masyarakat lebih mengetahui kandungan produk yang dikonsumsinya, serta lebih nyaman dalam mengonsumsi makanan serta minuman tersebut.

Baca juga: Anggota DPR: Libatkan konselor sebaya edukasi bahaya GGL berlebih

Dia mencontohkan, orang pada era sekarang sering memesan makanan dan minuman yang kandungan gula, garam, dan lemaknya tidak diketahui, melalui layanan transportasi daring.

Dengan adanya masyarakat yang mengawasi, kata dia, maka lembaga-lembaga akreditasi makanan pun akan turut terlibat dalam kegiatan sertifikasi makanan dan minuman itu.

Menurut Dedi, selain membuat aturan-aturan tentang kontrol kandungan GGL dalam makanan, perlu adanya pola pikir kesehatan yang berorientasi pada upaya-upaya promotif dan preventif. Dia mencontohkan, di negara-negara lain, ada unit Health Promotion Board (Badan Promosi Kesehatan) untuk mengintervensi.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Wahyu Sulistiadi mengatakan, selain mudahnya masyarakat mendapatkan makanan yang diproses, tantangan lainnya adalah rendahnya pengetahuan masyarakat.

"Pola konsumsi GGL merupakan indikator perilaku akibat rendahnya pengetahuan. Ini harus diberikan perilaku itu berupa melalui pengetahuan tentang makanan sehat," kata Wahyu.

Baca juga: BPOM tingkatkan literasi mengenai kandungan GGL yang aman

Dia mengatakan bahwa mengubah perilaku bukanlah hal yang mudah, murah, dan instan, sehingga perlu secara konsisten dilakukan.

Selain dengan edukasi dan partisipasi masyarakat, katanya, upaya perubahan perilaku juga perlu diperkuat dengan peraturan, sehingga masalah konsumsi makanan dengan gula, garam, dan lemak adalah masalah yang harus diselesaikan secara bersama-sama.

IAKMI, ujarnya, merekomendasikan sejumlah hal, antara lain pemutakhiran atau pembuatan aturan tentang semacam Health Promotion Board (Badan Promosi Kesehatan), seperti di luar negeri, dalam upaya promotif dan preventif untuk hidup sehat.

Kemudian, penetapan cukai atau batas maksimum kandungan GGL dalam produk, reformulasi produk agar industri membuat makanan yang tidak hanya enak namun juga aman, serta pelibatan masyarakat dalam sertifikasi makanan dan minuman.

Baca juga: Kemenkes dorong industri pangan kurangi kandungan GGL

"Nah yang terakhir ini harmonisasi kebijakan, yaitu kementerian: industri, perdagangan, pertanian, BPOM, komunikasi informasi, pendidikan, kesehatan, semuanya diperbarui untuk meningkatkan efektivitas dalam mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak," katanya.

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024