Tanjungpinang (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menemukan beberapa permasalahan terkait pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA/SMK sederajat tahun ajaran 2024/2025 di daerah tersebut.

"Temuan itu sudah kita sampaikan ke Dinas Pendidikan Provinsi Kepri agar diperbaiki," kata Kepala Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri Lagat Siadari di Batam, Kamis.

Ia memaparkan beberapa temuan dimaksud antara lain pada jalur afirmasi, terdapat calon peserta didik menggunakan Kartu Indonesia Pintar (KIP), sementara orangtuanya berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

Sesuai aturan, kata dia, anak PNS tidak boleh dapat KIP, sehingga akhirnya dibatalkan mendaftar PPDB.

Kemudian pada jalur zonasi PPDB, ada temuan kartu keluarga (KK) yang terbit belum satu tahun tidak diperkenankan mendaftar, karena syarat minimalnya satu tahun sebelum pendaftaran PPDB.

Selain itu, ditemukan pula sertifikat prestasi bodong pada jalur prestasi. Modusnya nama di sertifikat diganti menggunakan sistem komputer, namun saat dibarcode namanya yang muncul justru berbeda.

Baca juga: DPR: Kecurangan PPDB bisa diatasi lewat pemerataan kualitas sekolah
Baca juga: Wapres: Pembentukan satgas PPDB agar pengawasan ketat dan fokus


Lalu, ada juga verifikator sertifikat nonakademik yang kesulitan membedakan sertifikat itu asli atau palsu, karena sertifikat yang dipindai terkadang hitam putih, padahal seharusnya yang asli.

"Terkait kesalahan-kesalahan data itu, ada calon peserta didik yang memang langsung ditolak atau didiskualifikasi dari afirmasi ke zonasi, namun ada pula terlanjur lolos tetapi sepanjang tidak merugikan peserta lain tak masalah serta tidak terulang lagi di PPDB tahun berikutnya," ungkapnya.

Ia menyampaikan permasalahan lainnya yang menjadi sorotan ombudsman ialah terjadinya penumpukan siswa di sekolah-sekolah tertentu karena orangtua ngotot memasukkan anak mereka ke sekolah tersebut, seperti di Kota Batam yang meliputi SMA 3, SMA 1, SMA 5, SMA 8 dan SMA 20.

Oleh karena itu, ia minta dinas pendidikan dan satuan pendidikan bersikap tegas dengan tidak memaksakan menerima siswa melebihi rencana daya tampung.

"Jangan sampai terjadi lagi kelebihan siswa per kelas di atas 40 orang apalagi 50 orang, sebab akan berdampak kurang baik pada mutu pendidikan kita," katanya.

Lagat menambahkan sejumlah temuan tersebut selalu berulang terjadi saat PPDB, namun pihaknya tetap mengapresiasi pelaksanaan PPDB tahun ini semakin membaik.

Dia mencontohkan sistem verifikator PPDB dipusatkan di beberapa sekolah, bukan lagi di masing-masing sekolah. Hal ini bertujuan menghindari intervensi selama proses PPDB berlangsung. Verifikator juga bisa saling bertukar informasi dan melakukan pengawasan.

"Dari sisi pengumuman dan pengeluaran petunjuk teknis pun lebih cepat. PPDB masih berjalan dan pengawasan kami, kalau ada temuan pasti kita rekomendasikan perbaikan kepada pemerintah daerah, khusunya dinas pendidikan," kata Lagat.


 

Pewarta: Ogen
Editor: Indra Gultom
COPYRIGHT © ANTARA 2024