Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Indonesia (Apjatel) menilai penyelarasan aturan untuk para penyelenggara telekomunikasi dari antar kementerian dan lembaga di Indonesia bisa menguatkan konektivitas fiber optik di Indonesia.

Menurut Ketua Umum Apjatel Jerry Mangasas Swandy meski infrastruktur telekomunikasi fiber optik dikenal sebagai jaringan tulang punggung atau backbone namun di Indonesia regulasinya masih berbeda-beda antar satu kementerian dan lembaga.

"Saat ini belum terharmonisasi secara regulasinya di negara kita sehingga pemahaman tentang objek fiber optik adalah barang milik negara perlu disesuaikan dan dibahas bersama-sama lintas kementerian dan lembaga," kata Jerry di Jakarta, Jumat.

Jerry kemudian menjelaskan salah satu hal yang perlu diselaraskan adalah terkait biaya sewa untuk barang milik negara (BMN) atau pun barang milik daerah (BMD).

Baca juga: APJATEL siapkan kebijakan relokasi kabel telekomunikasi untuk keamanan

Baca juga: APJATEL: Pembangunan SJUT berperan mendukung estetika perkotaan


Saat ini yang menurutnya sudah sesuai untuk biaya sewa BMN bagi para penyelenggara telekomunikasi ialah aturan yang dikerjakan bersama Kementerian Kominfo yang mengatur bahwa biaya sewa BMN bagi penyelenggara telekomunikasi yang menghadirkan fiber optik berkisar di antara 4-16 persen.

Namun ada baiknya aturan itu diselaraskan dengan aturan dari lembaga lain seperti Peraturan Menteri Keuangan nomor 115 tahun 2020 yang masih mematok biaya faktor penyesuai untuk sektor telekomunikasi terlalu tinggi untuk pemanfaatan BMN sebesar 20-85 persen.

Dalam hal pemanfaatan BMD, Jerry juga mengungkap pihaknya sudah meminta penyelarasan aturan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 2016 melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Penyelarasan yang diminta kepada Kemenkumham ialah para penyelenggara telekomunikasi meminta agar pemerintah daerah setidaknya di tingkat kota dapat membangun Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT).

Dengan pembangunan SJUT yang dilakukan oleh pemerintah daerah, Jerry meyakini penggelaran fiber optik untuk konektivitas andal bisa lebih optimal.

Adapun lewat penyelarasan itu Apjatel mengusulkan untuk daerah yang memiliki SJUT bisa memberikan faktor penyesuaian sewa sebesar 4-16 persen, namun bagi yang tidak membangun SJUT mereka menyarankan agar faktor penyesuaian sewa bisa 0 persen.

"Ini juga bisa agak tidak terjadi jaringan telekomunikasi putus nyambung-putus nyambung. Jadi lebih teratur juga, dan mengurangi risiko kecelakaan, bahkan kematian," katanya.

Adapun Apjatel saat ini memiliki 102 anggota dari berbagai penyelenggara telekomunikasi di Indonesia. Dalam data Apjatel penetrasi layanan fiber optik di Indonesia saat ini berjumlah kurang lebih 30 persen dengan total panjang kabel serat optik yang terbentang sepanjang 800.000 km.

Baca juga: APJATEL komunikasi dengan pemerintah bahas biaya sewa utilitas

Baca juga: APJATEL berharap Starlink sediakan layanan telekomunikasi di daerah 3T

Baca juga: Apjatel berharap penataan kabel udara tidak bebani masyarakat

 

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2024