Beijing (ANTARA) - Kementerian Sumber Daya Alam China menyebut kapal perang Filipina BRP Sierra Madre yang sengaja dikaramkan di sekitar karang Ren'ai Jiao, Laut China Selatan menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitarnya termasuk terumbu karang.

"Berdasarkan temuan di wilayah sebaran, pembentuk terumbu karang di terumbu dan lereng laguna Ren'ai Jiao telah menurun drastis. Penurunan ini sangat parah terutama di perairan yang ada di sekitar kapal militer terlarang tersebut, di mana terlihat banyak pecahan terumbu karang dan karang mati," kata Direktur Pusat Ekologis Laut China Selatan, Kementerian Sumber Daya Alam China, Li Tuanjie, dalam konferensi pers di Beijing, China pada Senin.

BRP Sierra Madre adalah kapal pendarat tank era Perang Dunia II, yang sengaja dikaramkan Filipina pada 9 Mei 1999, sebagai bagian dari klaim kedaulatannya atas Second Thomas Shoal atau "Beting Ayungin" atau disebut China sebagai "Ren'ai Jiao" di terumbu karang Kepulauan Spratly yang disengketakan China dan Filipina, maupun beberapa negara lain Asia Tenggara.

Pemerintah China menyebut memiliki hak kedaulatan dan yurisdiksi atas kepulauan yang disebut "Nanhai Zhudao" di Laut China Selatan yaitu terdiri dari Dongsha Qundao, Xisha Qundao, Zhongsha Qundao dan Nansha Qundao atau lebih dikenal sebagai Kepulauan Pratas, Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly dan area Tepi Macclesfield.

Namun Filipina menempatkan kapal BRP Sierra Madre yang diklaim Filipina berada di dalam zona ekonomi eksklusifnya dan secara rutin melakukan rotasi pasukan maupun pengiriman logistik ke kapal tersebut.

"Kerusakan itu diakibatkan oleh polusi dari korosi pada lambung kapal dan cat kapal yang terkelupas, limbah yang dibuang oleh personel di kapal dan aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan Filipina dan personel di kapal," tambah Li Tuanjie.

Pada April-Juni 2024, Pusat Ekologi Laut China Selatan dan Institut Penelitian Pembangunan Laut China Selatan di bawah Kementerian Sumber Daya Alam melakukan penelitian mengenai keadaan terumbu karang di Ren'ai Jiao dengan menggunakan penginderaan jauh satelit dan observasi lapangan di 18 stasiun survei sepanjang terumbu karang.

Hasil penelitian itu, menyebutkan tutupan karang hidup dan kekayaan spesies di lereng laguna sekitar kapal jauh lebih rendah dibandingkan di lereng di bagian laut lainnya.

Struktur komunitas invertebrata di Ren'ai Jiao menjadi tidak seimbang, khususnya di sekitar kapal militer. Kandungan logam berat, fosfor anorganik terlarut (dissolved inorganic phosphorus atau DIP) dan minyak jauh sangat tinggi. Selain itu, puing-puing termasuk jaring ikan, banyak ditemukan di wilayah tersebut.

Berdasarkan evaluasi dan analisis lapangan, kapal militer disebut Li Tuanjie terbukti telah merusak keanekaragaman, stabilitas, dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang karena kondisi kapal yang kandas secara berkepanjangan secara signifikan menghambat pertumbuhan dan pemulihan karang di daerah sekitarnya.

Sejak tahun 1999, lambung kapal mengalami korosi parah karena kerusakan akibat karat. Personil membuang limbah domestik, membakar sampah dan limbah ke perairan dan terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.

Selain itu berdasarkan analisis citra penginderaan jarak jauh, dibandingkan kondisi pada 2011 dan 2024, tutupan karang pembentuk terumbu di Ren'ai Jiao menurun sekitar 38,2 persen. Sedangkan tingkat penurunan terumbu yang mengelilingi kapal dalam radius 400 meter dari kapal bahkan menurun hingga 87,3 persen.

Li Tuanjie juga mengatakan sejumlah karang mati ditemukan di sekitar 300 meter barat laut kapal. Selanjutnya di antara 13 stasiun survei ekologi di sekitar kawasan terumbu, spesies penting bernilai ekonomi yang umum ditemukan di ekosistem terumbu karang, seperti krustasea, bivalvia dan gastropoda jarang muncul.

Pada air permukaan laut yang dikumpulkan di 18 stasiun pengamatan, ditemukan unsur merkuri, tembaga, seng dan DIP dengan konsentrasi masing-masing 0,016 µg/L, 0,49 mg/L. 1,31 μg/L, dan 5,9 μg/L.

Selama survei lapangan, sejumlah besar kapal nelayan Filipina juga terlihat berlayar mengelilingi laguna di Ren'ai Jiao, sehingga ditemukan bekas-bekas jaring ikan dan tali pancing, alat tangkap dan tali khusus, simpul karet, besi tua, botol kaca, botol plastik, dan tongkat kayu.

Secara khusus, bekas jaring ikan berukuran besar dengan tinggi sekitar 5 meter dan panjang 300 meter juga ditemukan di perairan sebelah timur kapal. Jaring tersebut sebagian tersangkut di karang sehingga menyebabkan banyak karang mati berserakan.

"Para peneliti melakukan analisis korelasi Pearson terhadap tiga parameter biologi utama. Analisis menunjukkan adanya korelasi negatif signifikan antara kandungan merkuri dan pembentukan karang maupun hubungan negatif yang signifikan antara kandungan minyak dan spesies laut serta karang pembentuk terumbu," ungkap Li Tuanjie.

Merkuri yang terakumulasi melalui rantai makanan dapat menyebabkan kerusakan jaringan karang dan kelainan metabolisme, sehingga mempengaruhi reproduksi dan pertumbuhan karang. Selain itu, ketika karang maupun organisme lain dimakan oleh hewan seperti lumba-lumba, penyu, dan hewan besar lainnya, maka mereka secara tidak sengaja menelan limbah sehingga kesehatannya terancam.

Pada saat yang sama, aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan Filipina dan personel yang berada di kapal tersebut telah secara signifikan mengurangi populasi organisme yang penting secara ekonomi.

"Kapal militer yang secara ilegal ditambahkan di Ren'ai Jiao telah menimbulkan kerusakan parah terhadap keanekaragaman, stabilitas, dan keberlanjutan ekosistem terumbu karang di wilayah laut. Sangat penting bagi Filipina untuk segera memindahkan kapal tersebut sehingga menghilangkan sumber polusi dan mencegah kerusakan lebih lanjut yang berkelanjutan terhadap ekosistem terumbu karang," tegas Li Tuanjie.

Baca juga: China tolak upaya Filipina perluas landas kontinen Laut China Selatan
Baca juga: Restorasi terumbu karang untuk investasi masa depan

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Primayanti
COPYRIGHT © ANTARA 2024