Yogyakarta (ANTARA News) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta menyatakan, letusan Gunung Kelud di Jawa Timur tidak memberikan dampak pada peningkatan aktivitas Gunung Merapi di perbatasan DIY dan Jawa Tengah.

"Tidak ada dampak pada peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Sampai saat ini, statusnya masih aktif normal," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Subandriyo di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, sensor seismograf di BPPTKG Yogyakarta memang sempat mencatat enam kali gempa tremor yang terjadi saat letusan Gunung Kelud.

Selain itu, BPPTKG juga memperoleh laporan adanya warga yang mendengar dentuman letusan Gunung Kelud, seperti warga di Kabupaten Gunungkidul dan di Bayat Klaten Jawa Tengah.

Oleh karena itu, lanjut dia, masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh isu tidak benar mengenai kondisi Gunung Merapi.

"Saat ini, kondisi Merapi tetap aktif normal. Tidak ada dampak dari erupsi Gunung Kelud, dan tidak ada peningkatan aktivitas seismik," katanya.

Subandriyo mengatakan, letusan Gunung Kelud memiliki indeks skala erupsi yang hampir sama dengan letusan Gunung Merapi pada 2010, yaitu berada pada skala V4.

Hanya saja, lanjut dia, dampak letusan Gunung Kelud di Kota Yogyakarta, khususnya intensitas hujan abu vulkanik lebih besar bila dibanding dampak letusan Gunung Merapi pada 2010.

Hal tersebut, lanjut dia, disebabkan kolom letusan Gunung Kelud dua kali lebih tinggi bila dibanding letusan Merapi. Kolom letusan Gunung Kelud mencapai 19 kilometer.

"Kebetulan, arah angin berhembus ke arah barat sehingga wilayah yang terdampak abu vulkanik lebih banyak ke arah barat," katanya. Ia memperkirakan, volume abu vulkanik yang dimuntahkan dari Gunung Kelud bisa mencapai 200 juta meter kubik.

"Kami tentu akan melakukan analisis pada abu vulkanik Kelud. Sekilas, abu vulkanik ini memiliki kandungan silika yang tinggi dan lebih halus dibanding abu vulkanik Merapi," katanya.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2014