Jakarta (ANTARA) -
Grand Syekh Al Azhar, Ahmed Al Tayyeb, menyampaikan bahwa segala macam perbedaan, termasuk perbedaan agama, merupakan misi kasih sayang terhadap sesama manusia.
 
"Allah menghendaki kita berbeda suku bangsa, ras, bahasa. Andai mau, Allah jadikan manusia satu jenis. Tapi Allah tidak menghendaki hal itu dan bahkan menjadikan manusia hidup dengan syariat yang berbeda-beda," ujar Grand Syekh dalam forum Interfaith and Intercivilizational Reception di Jakarta, Rabu.
 
Menurut dia, perbedaan yang ada secara jelas menunjukkan bahwa penciptaan manusia yang berbeda-beda menjadi prinsip dasar rasa saling menghargai antarsesama umat manusia.
 
Grand Syekh El Tayeb mengutip surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya: "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti."
 
Melalui ayat tersebut Syekh Al Tayeb mengungkapkan bahwa keberagaman dapat tercipta melalui taaruf (perkenalan). Setelah saling mengenal manusia dapat hidup rukun dan bertoleransi dalam perbedaan karena Islam adalah agama yang bebas.
 
Kebebasan yang dimaksud dalam peradaban Islam adalah umat Muslim memberikan kebebasan bagi umat lain untuk memeluk kepercayaannya tanpa ada paksaan untuk mengikuti agama Islam.
 
"Islam memandang pemeluk agama lain dengan pandangan kasih sayang, bukan saling memerangi atau membunuh," kata Syekh El Tayeb.
 
Selain itu, kata dia, fakta bahwa Islam bukan hanya risalah yang diberikan untuk Nabi Muhammad SAW menunjukkan Islam sebagai risalah langit untuk umat manusia yang mengajak pada keesaan Tuhan, kemuliaan akhlak, dan menolak kezaliman.
 
Grand Syekh Al-Azhar juga menyampaikan bahwa umat Islam perlu aktif menunjukkan kepada dunia citra Islam sebagai agama yang terbuka untuk dialog dan pemahaman.
 
Menurut dia, banyak persepsi keliru dari beberapa pihak yang menganggap umat Muslim kaku dan radikal. Persepsi ini dilatarbelakangi dengan adanya jurang pemisah pemikiran antara Barat dan Timur yang belum ada upaya serius untuk menjembatani hal itu.
 
Untuk itu, Syekh berpesan agar kegiatan yang membuka ruang dialog dan pemahaman terus dilakukan secara masif. Hal ini bertujuan agar antara bangsa Barat dan Timur dapat bertemu di pertengahan dengan pandangan saling mengasihi dan menghargai.

Baca juga: Wapres dan Grand Syekh Al Azhar bahas penanganan Islamofobia

Baca juga: Presiden dan Grand Syekh diskusikan inisiatif global untuk perdamaian

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Riza Mulyadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024