Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan bahwa pemerintah perlu melakukan reformulasi atau mengatur ulang formula dari makanan-makanan kemasan sebagai langkah untuk melindungi masyarakat terhadap makanan tinggi kadar gula, garam dan lemak.
 
"Pengaturan ulang ini bertujuan menyediakan makanan dan minuman yang lebih sehat, dengan formula yang kadar gula, garam dan lemaknya sesuai dengan prinsip dasar kesehatan," kata dia di Jakarta, Kamis.
 
Tjandra menuturkan Deklarasi Pimpinan Negara ASEAN (ASEAN Leaders’ Declaration on the Reformulation and Production of Healthier Food and Bdeverage Options) tahun 2021 menyebutkan negara-negara ASEAN memberi prioritas pada reformulasi dan produksi makanan dam minuman yang lebih sehat.
 
Hal ini merupakan strategi penting yang perlu diimplementasikan guna mencapai potensi kesehatan maksimal masyarakat ASEAN dengan melakukan promosi gaya hidup sehat serta menjamin kesehatan dan kesejahteraan bagi semua kelompok umur, khususnya dengan terkait konsumsi makanan dan minuman yang sehat dan bergizi seimbang.
 
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI tersebut berpendapat sebagian makanan minuman yang kini beredar mengandung kadar gula, garam dan lemak (GGL) yang cukup tinggi dan dapat mengganggu kesehatan.

Baca juga: Pakar kesehatan: Harga obat di RI enam kali lebih mahal dari India
 
Petugas gabungan memeriksa makanan dan minuman kemasan di sebuah pusat perbelanjaan di Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (26/3/2024). Petugas gabungan dari Disperindakop dan Polisi melakukan kegiatan tersebut untuk mencegah beredarnya makanan minuman kemasan kedaluwarsa, tidak sesuai beratnya maupun yang rusak kemasannya guna memberi rasa aman dan nyaman bagi konsumen terutama menjelang Lebaran. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/nym.
Karena itu, selain reformulasi, dia juga meminta agar pencantuman label di kemasan menjelaskan berapa kadar gula, garam dan lemak yang terkandung di dalamnya, harus cukup besar dan mudah terbaca konsumen.
 
Hal ini dilakukan dengan mewujudkan standar minimum dan petunjuk dalam mendesain label yang disebut sebagai “Front-of-Pack (FoP) label system”.
 
Ini juga mengikuti paduan internasional, seperti "WHO Guiding principles and framework manual for front-of-pack labelling for promoting healthy diet" yang sudah dikeluarkan tahun 2019.
 
"Tujuannya adalah untuk memberi informasi yang lebih baik bagi konsumen untuk memilih produk makanan dan minuman yang lebih sehat," tutur Tjandra.
 
Hal lain yang juga dia usulkan, yakni cukai bagi produk makanan tertentu, khususnya yang kadar gula, garam dan lemaknya dapat berpotensi mengganggu kesehatan.

Baca juga: Pakar kesehatan kemukakan praktik mitigasi bakteri pemakan daging
 
Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Tjandra Yoga Aditama. (ANTARA/HO-Dokumentasi pribadi)
Dalam hal ini, negara-negara ASEAN bersepakat membagi pengalaman yang baik dan inovatif tentang anggaran kesehatan dan pemanfaatan cukai untuk promosi gaya hidup sehat dan program pengendalian penyakit tidak menular (PTM).
 
Disebutkan juga bahwa negara-negara ASEAN setuju untuk membentuk aturan kebijakan fiskal terhadap makanan dan minuman yang tidak sehat.
 
Tjandra berharap makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat mengandung kadar gula, garam dan lemak yang sesuai dengan panduan kesehatan yang ada.
 
"Adalah kewajiban pemerintah untuk menjamin agar produk makanan dan minuman yang dijual memang menyehatkan bangsa," kata dia.
Baca juga: PDPI sebut pemerintah wajib penuhi hak warga hirup udara bersih

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2024