Raja Ampat (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus indikasi kebocoran sektor pelayanan publik yang berdampak terhadap penurunan pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya mencapai Rp5,12 miliar dalam rentang waktu empat bulan tahun 2024.
 
Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria di Sorong, Kamis, menjelaskan adanya perbedaan data pembayaran retribusi wisatawan yang signifikan antara data Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pariwisata (Dinpar) Kabupaten Raja Ampat dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Kepulauan Raja Ampat (dikelola Provinsi Papua Barat Daya).
 
"Data wisatawan yang tercatat di kabupaten itu justru lebih tinggi," kata Dian.

Baca juga: Raja Ampat butuh 107 tambat labuh untuk kelestarian terumbu karang
 
Dia menyebutkan, petugas provinsi itu lebih banyak dari petugas kabupaten. Ada 50 petugas provinsi yang tersebar di delapan pos wilayah Kepulauan Raja Ampat. Sedangkan, petugas kabupaten hanya dua orang untuk melayani pembayaran tiket di Pelabuhan Falah, yang tidak jauh dari lokasi kedatangan kapal.
 
"Tapi, justru kabupaten bisa mendapat data lebih tinggi. Ada kebocoran di sini. Jika dibiarkan, kata dia, hal ini akan menimbulkan kebocoran PAD yang lebih besar dan merugikan keuangan daerah,” ungkap Dian.

Baca juga: Pemerintah Papua Barat Daya ajak masyarakat jaga laut Raja Ampat
 
Data UPTD Kabupaten Raja Ampat, dalam periode Januari-April 2024, menunjukkan terdapat 24.227 wisatawan asing dan domestik yang berkunjung ke wilayah tersebut. Namun, pada periode yang sama, data BLUD KKP Provinsi mencatat angka yang jauh lebih kecil, hanya 13.524 wisatawan.
 
"Hal ini menunjukkan adanya deviasi kunjungan wisatawan hingga 7.307 orang," beber dia.

Baca juga: Menyelami keindahan Kali Biru, surga di pedalaman Raja Ampat
 
Jika dihitung berdasarkan tarif retribusi sebesar Rp1.000.000 per orang, dengan pembagian Rp300.000 dibayarkan di UPTD Dinpar Kabupaten Raja Ampat dan Rp700.000 dibayarkan di BLUD KKP Kepulauan Raja Ampat, potensi pendapatan yang hilang akibat kebocoran ini mencapai Rp5,12 miliar dalam rentang waktu empat bulan saja di tahun 2024.
 
"Angka ini tentu sangat signifikan dan menjadi bukti nyata bahwa masih terdapat celah dalam sistem pengelolaan retribusi sektor pelayanan publik di Raja Ampat," kata dia.

Baca juga: Pemerintah dukung wisata kayak kampung Sapokren Raja Ampat
Baca juga: Raja Ampat raih penghargaan dari media global pariwisata AS
Baca juga: Penantian endemi desa wisata spesies Raja Ampat

Pewarta: Yuvensius Lasa Banafanu
Editor: Tunggul Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024