PBB (ANTARA) - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (11/7) merilis laporan yang memproyeksikan bahwa populasi global akan mencapai puncaknya pada abad ini.

Menurut Prospek Populasi Dunia 2024: Ringkasan Hasil (World Population Prospects 2024: Summary of Results), populasi dunia diperkirakan akan mencapai puncaknya pada pertengahan 2080-an, meningkat dalam 60 tahun ke depan dari 8,2 miliar orang pada 2024 menjadi sekitar 10,3 miliar pada pertengahan 2080-an, dan kemudian akan kembali menjadi sekitar 10,2 miliar pada akhir abad ini.

Jumlah populasi dunia pada 2100 diperkirakan akan berkurang 6 persen, atau berkurang 700 juta jiwa, dibandingkan perkiraan satu dekade lalu.

"Lanskap demografis telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir," kata Li Junhua, Under-Secretary General PBB untuk Urusan Ekonomi dan Sosial.

"Di beberapa negara, angka kelahiran kini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya dan kita juga melihat penurunan yang sedikit lebih cepat di beberapa wilayah dengan kesuburan tinggi."

"Puncak yang lebih awal dan lebih rendah merupakan sebuah tanda harapan. Hal ini dapat berarti berkurangnya tekanan lingkungan akibat dampak manusia karena konsumsi agregat yang lebih rendah. Namun, pertumbuhan populasi yang lebih lambat tidak akan menghilangkan kebutuhan untuk mengurangi dampak rata-rata yang disebabkan oleh aktivitas setiap individu," katanya.

Puncak populasi yang terjadi lebih awal disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk rendahnya tingkat kesuburan di beberapa negara terbesar di dunia. Secara global, rata-rata wanita memiliki satu anak lebih sedikit dibandingkan pada 1990-an, menurut laporan tersebut.

Di lebih dari separuh negara dan kawasan, jumlah rata-rata kelahiran hidup per wanita berada di bawah 2,1, tingkat yang dibutuhkan suatu populasi untuk mempertahankan jumlah penduduk yang konstan dalam jangka panjang tanpa migrasi, dan hampir seperlima dari seluruh negara dan kawasan sekarang memiliki tingkat kesuburan yang "sangat rendah", dengan kurang dari 1,4 kelahiran hidup per wanita seumur hidup.
 
   


Kehamilan dini masih menjadi tantangan, terutama di negara-negara berpendapatan rendah. Pada 2024, sebanyak 4,7 juta bayi, atau sekitar 3,5 persen dari total bayi di seluruh dunia, dilahirkan oleh ibu yang berusia di bawah 18 tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 340.000 bayi dilahirkan oleh anak di bawah usia 15 tahun, yang mempunyai konsekuensi serius terhadap kesehatan dan kesejahteraan para ibu muda dan anak mereka

Laporan tersebut menemukan bahwa investasi pada pendidikan generasi muda, khususnya anak perempuan, serta menaikkan usia pernikahan dan melahirkan anak pertama di negara-negara dengan karakteristik tersebut akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan wanita, pencapaian pendidikan, dan partisipasi angkatan kerja.

Upaya-upaya ini juga akan berkontribusi dalam memperlambat pertumbuhan populasi dan mengurangi skala investasi yang diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan sekaligus memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal.

Selama tiga dekade terakhir, angka kematian telah menurun dan angka harapan hidup meningkat secara signifikan. Setelah sempat mengalami penurunan selama pandemi COVID-19, angka harapan hidup global saat lahir kembali meningkat, mencapai 73,3 tahun pada 2024, naik dari 70,9 tahun pada masa pandemi. Per akhir 2050-an, diperkirakan lebih dari separuh kematian global akan terjadi pada usia 80 tahun atau lebih, peningkatan yang signifikan dari 17 persen pada 1995.

Pada akhir 2070-an nanti, jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas diperkirakan akan melampaui jumlah anak-anak (di bawah usia 18 tahun), sementara jumlah penduduk berusia 80 tahun ke atas diperkirakan akan lebih banyak dibandingkan jumlah bayi (di bawah usia satu tahun) pada pertengahan 2030-an.

Bahkan di negara-negara yang masih berkembang pesat dan memiliki populasi yang relatif muda, jumlah penduduk berusia 65 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat dalam 30 tahun ke depan, menurut laporan itu. 

Pewarta: Xinhua
Editor: Atman Ahdiat
COPYRIGHT © ANTARA 2024