Tokyo (ANTARA) - Sophia University memutar film “Filosofi Kopi” di Tokyo, Jumat (12/7) malam sebagai salah satu langkah mengenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat Jepang.

Profesor Global Studies Sophia University Shintaro Fukutake Ph.D saat ditemui saat penayangan film Filosofi Kopi di Tokyo, Jumat, mengatakan film adaptasi novel karya Dee Lestari itu sangat populer di Indonesia, tetapi belum dikenal di Jepang.

“Supaya masyarakat Jepang tertarik pada cerita tentang kopi Indonesia, mau membaca sastra Indonesia. Kami mempromosikan sudah ada film yang bagus dengan terjemahan bahasa Jepang jadi kami adakan acara ini supaya masyarakat Jepang lebih mengenal Indonesia,” katanya.

Film garapan sutradara Angga Dwimas Sasongko itu disambut antusiasme warga Jepang meskipun deras hujan yang mengguyur wilayah Tokyo dan sekitarnya.

Filosofi Kopi bukan merupakan film pertama yang tayang di kampus tersebut, sebelumnya film “Laskar Pelangi” adaptasi novel karya Andrea Hirata itu juga pernah disajikan secara gratis ke publik Jepang.

Shintaro yang juga menerjemahkan novel-novel sastra populer, seperti Supernova karya Dee Lestari, Sang Pemimpi karya Andrea Hirata itu akan menghadirkan film-film lainnya di kampus tempat ia mengajar.

“Orang Jepang tidak sempat menonton film Indonesia, kalau ada banyak suara datang lagi, kita putar lagi Filosofi Kopi yang kedua,” katanya.

Dia juga berharap mendapatkan informasi terkait buku-buku sastra populer Indonesia untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.
Baca juga: KBRI gandeng Tokyo Fuji Art Museum gelar pameran Indonesia

Salah satu warga Jepang, Kenji Sato mengaku sangat menyukai film berdurasi 117 menit itu sebab bisa belajar tentang budaya Indonesia lewat kopi.

“Saya pernah membaca bukunya tapi belum sempat menonton filmnya, jadi sangat seru sekali. Terus, ceritanya sangat menarik bisa belajar tentang budaya Indonesia terkait dengan kopi. Saya suka filmnya,” katanya.

Pemengaruh muda yang dikenal dengan nama Ken Campur itu mendapatkan gambaran yang lebih hidup lewat film tersebut.

“Keduanya seru. Filmnya agak lebih kesal dengan Ben (karakter di film Filosofi Kopi). Di bukunya dia lebih mild (lembut) tapi saya pernah membaca bukunya jadi ada image-nya oh jadi ini kebun kopi,” ujar pria yang lancar berbahasa Indonesia itu.

Dia juga bercerita tentang pengalamannya ke Sumatra Barat, mencicipi kopi kedawung yang menyimpan sejarah di masa penjajahan Belanda.

Pada saat itu, lanjut dia, penduduk lokal tidak bisa meminum kopi karena seluruh biji kopi diekspor ke luar negeri.

“Kopi itu budaya Indonesia sangat penting jadi bukan hanya rasanya enak tapi film ini memberikan kesempatan untuk belajar tentang budaya lebih dalam. Kita bisa belajar budaya tentang Indonesia. Ada juga lagu ‘Kopi Dangdut’,”katanya.

Menurut Ken, sastra Indonesia itu sangat menarik dan Indonesia negara dengan beragam budaya l, mulai dari Jawa, Sunda, Bali, Minang, Aceh, Batak dan sebagainya.

“Jadi, menurut saya film Indonesia itu tidak pernah membosankan, juga makanannya budayanya beda tradisinya beda. mungkin orang Jepang bisa menikmati juga,” katanya.

Baca juga: Jepang siap bantu Indonesia kurangi kesenjangan
Baca juga: Wamendag: IJEPA dorong peningkatan perdagangan Indonesia-Jepang
Baca juga: J Trust yakin prospek bisnis ke depan seiring pertumbuhan ekonomi RI

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: M Razi Rahman
COPYRIGHT © ANTARA 2024