Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menyatakan protes keras terhadap pernyataan Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg yang menyebut China menjadi pendukung Rusia dalam perang di Ukraina serta memberikan ancaman terhadap Taiwan dan kawasan.

"China mengutuk keras pernyataan tidak bertanggung jawab dan provokatif yang dibuat oleh Sekretaris Jenderal NATO yang mengandung mentalitas Perang Dingin dan bias ideologis, serta berisi tuduhan yang tidak berdasar," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers pada Jumat (12/7).

Dalam sambutannya, Lin Jian menyebut Stoltenberg menyerang China, secara terang-terangan mencampuri urusan dalam negeri China dan memutarbalikkan kebijakan dalam negeri dan diplomatik China.

"Ia berusaha untuk mengalihkan kesalahan dan menyesatkan komunitas internasional terhadap Ukraina dan menyalahkan perkembangan militer China yang normal dan hubungan dengan negara-negara terkait. Kami sangat menyayangkan dan dengan tegas menentangnya," tambah Lin Jina.

Stoltenberg, menurut Lin Jian, memainkan narasi "ancaman China" dan memicu kecurigaan terhadap China dan sentimen anti-China dalam upaya nyata untuk bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu untuk menekan dan membendung China.

"Aksi-aksi canggung ini telah memberikan peringatan bagi banyak orang di dunia dan mengingatkan orang-orang mengenai risiko dan tantangan yang dihadapi NATO, sebagai sisa dari Perang Dingin dan produk dari konfrontasi blok serta politik blok, yang akan membawa perdamaian dan stabilitas dunia," ungkap Lin Jian.

Lin Jian meminta agar politisi Barat yang kehidupan politiknya hampir berakhir, untuk tidak mengobarkan api, melakukan provokasi, dan saling menyalahkan demi mencoba meninggalkan warisan buruk.

"China akan tetap berpegang pada jalur pembangunan damai dan memberikan lebih banyak stabilitas dan energi positif ke dalam perdamaian dan stabilitas dunia melalui pembangunannya sendiri dan kerja sama internasional. Melihat China sebagai musuh khayalan NATO hanya akan menjadi bumerang bagi NATO sendiri," jelas Lin Jian.

Secara khusus terhadap AS di NATO, Lin Jian mengungkapkan AS telah berulang kali berjanji untuk menghadapi China dengan apa yang disebut sebagai "posisi yang kuat".

"Ungkapan tersebut mencerminkan betapa arogan dan mendominasinya AS. Di dunia ini, tidak ada negara yang lebih unggul dari negara lain, dan tidak ada seorang pun yang berhak menindas negara lain. Negara mana pun yang berpikir bahwa mereka dapat menindas negara lain dengan memperkuat 'posisi mereka' adalah tindakan yang bertentangan dengan tren zaman dan tidak akan didukung oleh komunitas internasional," ungkap Lin Jian.

China, menurut Lin Jian, memandang dan menangani hubungannya dengan AS berdasarkan prinsip saling menghormati, hidup berdampingan secara damai, dan kerja sama yang saling menguntungkan.

"Kami berharap AS akan bekerja sama dengan China dalam arah yang sama, membentuk persepsi yang benar terhadap China, menghentikan permainan zero-sum dan persaingan negara-negara besar," ungkap Lin Jian.

Ia juga meminta NATO tidak meningkatkan ketegangan regional di Asia Pasifik, memicu konfrontasi kawasan dan menciptakan dalih untuk melibatkan negara-negara Asia-Pasifik.

"Asia-Pasifik tidak membutuhkan blok militer, apalagi konfrontasi negara-negara besar atau kelompok negara-negara yang mendorong terjadinya Perang Dingin baru. Kami berharap negara-negara di kawasan akan tetap berkomitmen pada jalur kerja sama Asia-Pasifik dan memainkan peran konstruktif dalam menegakkan dan mendorong perdamaian," kata Lin Jian.

Dalam KTT NATO di Washington DC pada 11 Juli tersebut, diketahui Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Sekjen NATO Jens Stoltenberg sepakat untuk saling bertukar informasi mengenai senjata-senjata Korea Utara yang digunakan dalam perang Rusia di Ukraina.

Korsel menuduh Korut menyediakan artileri dan senjata ke Rusia untuk perang Moskow di Ukraina, karena telah memantau dengan saksama kemungkinan Pyongyang mendapatkan teknologi militer dan lainnya dari Moskow sebagai balasannya.

Sementara NATO mengecam dugaan transaksi senjata antara Pyongyang dan Moskow karena melanggar resolusi DK PBB yang melarang negara-negara memperdagangkan senjata atau peralatan militer lainnya dengan Korut.

Baca juga: Korsel dan NATO bertukar informasi senjata Korut dalam konflik Ukraina
Baca juga: NATO nilai Ukraina tidak dapat lancarkan serangan balik pada 2024

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Rahmad Nasution
COPYRIGHT © ANTARA 2024