Ambon (ANTARA) - Ilmuwan asal Jepang Prof Mitsuhiko Kataoka melakukan pengkajian terkait ketimpangan pendapatan antara Maluku dengan provinsi lain di Indonesia, sebagai upaya menekan kemiskinan di daerah tersebut.

"Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia memiliki lebih dari 500 daerah kabupaten kota dan 38 provinsi. Kesemuanya itu memiliki pendapatan yang berbeda-beda," kata Graduate School of Business Rikkyo University Prof Mitsuhiko Kataoka di Ambon, Minggu.

Hal itu dikatakannya dalam pra konferensi internasional Indonesian Regional Science Association/organisasi akademik yang secara aktif mendorong kemajuan penelitian di seluruh Indonesia  (IRSA) di Kota Ambon yang berlangsung hingga 15 Juli 2024.

Dia menjelaskan,  Metode yang dipakai dalam kajian yang dilakukannya adalah membuat sampel indikator pada suatu wilayah dengan menerapkan percobaan pendapatan atas indikator makro dan mikro pada wilayah dimaksud untuk mendapatkan data yang akurat.

"Kita pelajari tentang hubungan antara kemiskinan, pertumbuhan, dan kesenjangan yang berfokus pada integrasi ekonomi pembangunan dan analisis data spasial untuk memperoleh implikasi kebijakan terhadap tantangan-tantangan di Maluku," katanya.

Karena itu, katanya, dalam hal ini kejujuran mengolah data sangat diperlukan, sehingga tidak terjadi ketimpangan di lapangan maupun ketimpangan antara data dan fakta di lapangan.

Ia menjelaskan bahwa melalui metode tersebut dapat diperhatikan perubahan apa yang dialami oleh suatu daerah apakah ada peningkatan atau penurunan pendapatan dan dampaknya pada pembangunan.

Sementara itu pada kesempatan yang sama Senior Advisor Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Vivi Alatas mengatakan, permasalahan terkait kemiskinan dan ekonomi Maluku dikatakan kompleks karena banyak faktor internal maupun eksternal.

"Seringkali kita temukan bahwa intervensi program bisa jadi di daerah A berhasil di daerah B tidak berhasil. Dalam satu daerah pun terhadap kelompok A berhasil belum tentu pada kelompok B berhasil," katanya.

Karena itu, katanya, harus diakui bahwa ada permasalahan yang beda antar wilayah, dan dibutuhkan saling belajar untuk mengetahui cara-cara tentang bagaimana melakukan kebijakan berbasis bukti untuk menanggulangi kemiskinan.

"Kita perlu benar-benar melihat masalahnya apa dan dampaknya apa dari program yang kita lakukan," katanya.

Konferensi internasional IRSA sendiri akan dihadiri oleh sebanyak 250 saintis dan pakar ekonomi dari seluruh Indonesia dan mancanegara.

Nantinya pokok-pokok pikiran yang dihasilkan dari konferensi itu akan direkomendasikan untuk menjadi bahan acuan penanggulangan kemiskinan di Maluku selama beberapa tahun ke depan.

Mengacu pada rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku, dikatakan bahwa penduduk Maluku memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK), pada Maret 2024 adalah sebesar Rp713.503 per kapita per bulan.

Dengan memperhatikan komponen GK yang terdiri atas Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), tercatat bahwa peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2024 sebesar 73,42 persen.

Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis
Editor: M. Tohamaksun
COPYRIGHT © ANTARA 2024