Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kulit dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) Dr. Arini Astasari Widodo, SM, Sp.DVE, FINSDV
menyebut cuaca hujan atau kondisi lembab lainnya dapat memicu kondisi kulit jadi lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan.

“Selama cuaca hujan atau kondisi lembab lainnya, kulit cenderung menjadi lebih sensitif karena beberapa alasan fisiologis yang kompleks,” kata Dr. Arini Astasari Widodo saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Arini menyoroti bahwa cuaca di kota seperti Jakarta baru-baru ini dapat digolongkan ekstrem karena perubahannya yang amat cepat. Hal ini berdampak signifikan pada kesehatan kulit masyarakat.

Ketika cuaca sedang panas dan kering, kulit rentan mengalami dehidrasi dan sensitivitas tinggi, memperburuk kondisi seperti eksim dan psoriasis yang dapat mempercepat penuaan dengan garis halus dan kehilangan elastisitas kulit.

Baca juga: Cuaca terik, dokter sarankan pria tak pakai celana ketat

Baca juga: Kiat lindungi kulit di tengah cuaca panas terik


Di sisi lain, hujan lebat dan tingkat kelembapan tinggi mendukung pertumbuhan jamur, serta dapat memperburuk jerawat karena produksi minyak berlebihan. Beberapa fakto yang amat mempengaruhi yaitu kelembaban tinggi dapat mengganggu fungsi lapisan kulit alami.

“Biasanya barier bertanggung jawab untuk melindungi kulit dari iritasi dan agresi lingkungan. Ketika penghalang ini terganggu, kulit menjadi lebih rentan terhadap penetrasi bahan kimia, polutan, atau alergen dari udara dan lingkungan sekitar,” ujar Arini.

Faktor selanjutnya yakni kondisi kelembaban tinggi juga dapat memperburuk kondisi kulit tertentu seperti eksim atau dermatitis kontak, yang mana kulit menjadi lebih reaktif terhadap rangsangan yang biasanya tidak menyebabkan masalah pada kondisi kulit yang lebih stabil.

Selain itu, kelembapan yang tinggi mendukung pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur di kulit, yang dapat menyebabkan infeksi atau peradangan.

Sensitivitas kulit juga dapat dipengaruhi oleh reaksi inflamasi yang lebih besar pada kondisi lembap. Sistem kekebalan tubuh kulit mungkin menjadi lebih aktif dalam merespons stimulus lingkungan, yang dapat menghasilkan reaksi seperti kemerahan, gatal, atau sensasi terbakar.

Menurutnya untuk menjaga kuli tetap sehat baik ketika cuaca lembab maupun kering, masyarakat tetap perlu menggunakan tabir surya (sunscreen) agar kulit tidak rusak akibat paparan langsung sinar matahari.

Sebab, sinar UVA yang meresap ke dalam kulit dapat menyebabkan penuaan dini serta peningkatan risiko kanker kulit.

Sedangkan UVB menyebabkan kulit terbakar matahari, yang ditandai dengan kemerahan, peradangan, dan rasa panas pada kulit.

“Meskipun cuaca hujan sering kali membuat kita merasa aman dari paparan langsung sinar matahari, sinar ultraviolet (UV) masih tetap ada dan berpotensi merusak kulit kita. Sinar UV terdiri dari dua jenis utama, yaitu UVA dan UVB, yang memiliki efek yang berbeda namun sama-sama berbahaya bagi kulit,” kata dia.

Ia juga meminta agar masyarakat tetap mewaspadai tanda-tanda infeksi kulit seperti kemerahan, bengkak, atau gatal yang intens, dan segera konsultasikan dengan dokter jika gejala tersebut muncul untuk diagnosis dan pengobatan yang tepat.

Baca juga: Sunscreen, si pelindung kulit dari bahaya sinar matahari

Baca juga: Flek hitam akibat matahari bisa dicegah dengan produk pencerah kulit

Baca juga: Dokter anjurkan tidak langsung mencuci muka setelah terpapar matahari

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2024