Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan pembudidayaan (hilirisasi) tanaman kayu putih di Kampung Rimbajaya Kabupaten Biak Numfor Papua, guna memenuhi minat masyarakat Indonesia terhadap minyak kayu putih sebagai salah satu obat herbal yang dikonsumsi.

Melalui keterangannya di Jakarta Senin, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Botani Terapan BRIN Anto Rimbawanto menilai, upaya ini dapat membantu pemenuhan produksi minyak kayu putih yang dinilai tidak sebanding dengan produktivitas kayu putih di Pulau Buru dan Pulau Seram, Maluku, serta wilayah lainnya.

"Rendahnya produktivitas kayu putih ini disebabkan karena rendahnya mutu genetik benih," katanya.

Anto menyebutkan, dirinya bersama tim telah melakukan beberapa langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut, di antaranya dengan melakukan penelitian pemuliaan pohon kayu putih, dengan sifat rendemen minyak dan kadar 1,8 sineol, untuk menghasilkan bibit unggul dan melakukan hilirisasi benih unggul tersebut.

Ia menjelaskan, upaya hilirisasi tersebut salah satunya dilakukan di Kampung Rimbajaya Biak Numfor bersama Kelompok Tani Hutan Kofarwis, karena kelompok tersebut merupakan binaan dari KHPL Biak Numfor yang merupakan salah satu Kesatuan Pemangku Hutan Lindung (KHPL) model dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Proses pengembangan kayu putih yang telah berkembang dari lima hektare pada 2017 lalu kemudian menjadi 49 hektare saat ini, jelas Anto, diawali dengan pembuatan persemaian bibit di halaman kantor KPHL Biak Numfor.

"Setelah bibit disemai dan siap untuk ditanam, kemudian dipindahkan ke lahan milik kelompok tani Kofarwis, waktu yang dibutuhkan selama proses tanam hingga siap panen sendiri adalah sekitar 8 bulan," katanya.

Kemudian, lanjut Anto, daun kayu putih yang sudah dipanen selanjutnya disuling dengan alat khusus, yang mampu memproses sebanyak 120 kg daun kayu putih selama 3-4 jam, untuk menghasilkan 1,2 liter minyak kayu putih.

Karena minyak kayu putih dihasilkan oleh bibit unggul dengan kadar 1,8 sineol lebih dari 65 persen, minyak kayu putih dari Rimbajaya memiliki bau minyak yang kuat dan memberikan efek yang lebih baik terhadap tubuh.

"Minyak yang dihasilkan dari proses penyulingan juga lebih banyak, karena rendemennya 1,2 persen. Artinya, kalau memasak 100 kg bisa dapat minimal 1,2 liter minyak, sedang penyulingan di Pulau Buru dan Pulau Seram hanya dapat 800 cc untuk berat daun yang sama," ujarnya.

Selain mampu menghasilkan minyak kayu putih berkualitas, kata Anto, upaya ini juga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Oleh karena itu, ia berharap upaya yang sama juga dapat direplikasi di wilayah lain di Biak Numfor, serta wilayah lainnya di Indonesia.

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: M. Tohamaksun
COPYRIGHT © ANTARA 2024