Jakarta (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan sejumlah perhatian khusus atas Laporan Keuangan (LK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) Tahun 2023.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tersebut mencakup LK Bagian Anggaran Belanja Subsidi (BA 999.07)-Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan dan Subsidi Bunga Kredit Perumahan-Tahun 2023 pada Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara. Selain itu juga 13 LHP atas Program Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN) Asian Development Bank (ADB) dan World Bank di lingkungan Kementerian PUPR Tahun 2023.

“Pemeriksaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,” ujar Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV BPK Haerul Saleh yang memberikan LHP kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dikutip dari keterangan resmi, di Jakarta, Senin.

Beberapa perhatian khusus itu, di antaranya terkait pelaksanaan pekerjaan fisik belanja barang belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai ketentuan, antara lain ketidaksesuaian dengan ketentuan pembayaran, pembayaran mendahului progres pekerjaan, ketidaktepatan perhitungan penyusunan harga satuan, dan harga timpang tidak dilakukan negosiasi.

Selanjutnya, dalam pelaksanaan belanja modal atas pelaksanaan pekerjaan fisik belanja modal belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai ketentuan, antara lain pekerjaan tambah yang masih menggunakan harga satuan timpang, kekurangan volume pekerjaan, volume kontrak belum disesuaikan dengan perubahan kriteria desain dan kondisi lapangan yang sebenarnya.

Bagian ini, juga termasuk ketidaksesuaian realisasi dengan ketentuan pembayaran, ketidaktepatan perhitungan penyusunan harga satuan pekerjaan, dan pembayaran mendahului kemajuan fisik pekerjaan (termasuk di Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BPPW) Provinsi Kalimantan Timur).

Di sisi penerapan mekanisme pelaksanaan anggaran atas pekerjaan menggunakan Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPTA) pada Kementerian PUPR, BPK mencatat adanya permasalahan terkait pengajuan RPATA atas paket tahun jamak (Multi Years Contract/MYC) yang bukan akhir tahun kontrak, belum terdapat pengakuan atas peningkatan progres fisik pekerjaan sejak penampungan RPATA hingga 31 Desember 2023.

Kemudian pembayaran yang diajukan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) lebih dari lima hari kerja setelah tanggal Berita Acara Serah Terima (BAST), serta penyedia jasa tidak memperpanjang masa berlakunya jaminan pelaksanaan atas paket yang diberikan kesempatan melanjutkan sisa pekerjaan ke tahun anggaran berikutnya.

Untuk LK Belanja Subsidi Bunga Kredit Perumahan dan Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan Tahun 2023, BPK menemukan di antaranya penyaluran subsidi perumahan berindikasi tidak sepenuhnya tepat sasaran, yaitu pada 1.663 debitur penerima Standar Biaya Khusus (SBK) perumahan. Kedua, pengendalian pengelolaan SBK kepada debitur Kredit Perumahan Rakyat (KPR) bersubsidi yang klaim asuransinya telah dibayar asuradur (perusahaan asuransi) kurang memadai.

Lebih lanjut, dia meminta para pejabat Kementerian PUPR, agar menindaklanjuti rekomendasi LHP dengan memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari pasca LHP diterima. Pihaknya mengharapkan peran aktif Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian PUPR untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tindak lanjut tersebut sesuai kewenangannya dengan menggunakan sistem aplikasi Sistem Informasi Tindak Lanjut (SIPTL).

“Kami mengingatkan kembali kepada Sekjen (Sekretariat Jenderal) dan Irjen Kementerian PUPR untuk melakukan upaya-upaya tindak lanjut rekomendasi BPK secara maksimal agar LHP dapat memberikan manfaat untuk perbaikan pengelolaan keuangan negara,” kata Haerul Saleh pula.
Baca juga: BPK: PUPR beri contoh teladan dalam sistem pengendalian internal
Baca juga: Kemarin, MLFF pertama Asia Tenggara hingga temuan BPK Rp18,19 triliun


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2024