Bandarlampung (ANTARA News) - Pemerintah baik pusat dan daerah agar mencari alasan yang tepat terkait impor atau membeli beras, sehingga masyarakat lebih jernih menilainya, kata Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Hasan Basri, di Bandarlampung, Selasa. "Beberapa daerah menyatakan surplus beras, tapi pemerintah masih mau mengimpor. Bagaimana mau mensejahterakan petani," kata dia. Hasan mencontohkan di Provinsi Lampung, sudah jelas surplus beras mencapai ribuan ton, namun pemerintah setempat tetap melakukan pembelian beras dari Parepare, Sulawesi Selatan, ada apa dengan itu semua. Mungkin, lanjut dia, ada unsur-unsur permainan yang ikut "membonceng" dalam program impor atau membeli beras. Dan itu semua otoritasnya pemerintah. "Jika tidak ingin dituduh kurang menyenangkan, pemerintah harus memberikan informasi yang transparan kepada masyarakat terkait itu semua," pinta dia. Ketua Umum Forum Kerjasama Kawasan Agribisnis Hortikultura Krakatau, Benny A Kusbini, menambahkan adanya kekuatan pengusaha besar dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. "Kekuatan modal masih mempengaruhi kebijakan pemerintah kita. Dan oknum dalam pemerintahan pun senang karena mendapatkan bagian," kata dia. Benny mengkhawatirkan bahwa masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun ke depan akan kekurangan pangan. Sebab, pemerintah tidak lagi melakukan ekstensifikasi pertanian. "Semua lahan sawah yang subur beralih fungsi menjadi gedung-gedung atau perumahan. Sementara, tidak diimbangi dengan perluasan areal baru," katanya. Selain itu, generasi muda sudah tidak lagi tertarik untuk melakukan kerja di sawah. Mereka lebih memilih pergi ke kota, meski bekerja sebagai tukang ojek sepeda motor. "Coba anda lihat sekarang di perkampungan, apakah masih banyak petani usia di bawah 20 tahun yang mengerjakan sawah. Rata-rata di atas 40 tahun," kata dia menambahkan. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006