Yogyakarta (ANTARA News) - Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Soegiharto, menegaskan bahwa pemerintah belum akan melakukan privatisasi terhadap sejumlah bank pemerintah dalam waktu dekat karena harga saham di pasaran belum menggembirakan. "Setelah waktunya tepat dan harga saham cukup bagus, barulah privatisasi terhadap sejumlah bank pemerintah akan dilakukan," katanya kepada wartawan usai berbicara di depan mahasiswa Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu. Ia menjelaskan, dua bank pemerintah, yaitu Bank Mandiri dan Bank BNI saat ini sudah go public, tetapi kondisinya di bursa saham belum bagus. Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah berupaya memberikan dukungan untuk meningkatkan kinerja kepada bank pemerintah, selain kedua bank tersebut, sehingga pada saat dilakukan privatisasi, harga saham bank-bank lainnya akan cukup bagus. Ia juga mengatakan, desakan dari Dana Moneter Internasional (IMF), agar Indonesia melakukan regruping terhadap bank pemerintah, dan tidak mungkin dilakukan lantaran bank-bank tersebut memiliki karakter yang berbeda. Misalnya, menurut dia, BRI saat ini memiliki 37.000 unit yang tersebar di pedesaan, sehingga jika digabung dengan bank pemerintah yang lain dikhawatirkan terjadi gegar budaya (culture shock), dan berdampak merugikan terhadap kinerja bank hasil regruping tersebut. Ia juga mengatakan, saat ini beberapa bank swasta, seperti BCA, Bank Mega dan Bank Permata sebenarnya telah menjual sebagian sahamnya kepada pihak asing bernilai murah. Namun, ia menilai, sayangnya bank-bank itu belum memberikan kredit investasi kepada masyarakat, karena kucuran kredit mereka cenderung berbentuk kredit konsumtif. "Bank Indonesia atau pemerintah tidak memiliki kekuatan untuk mendikte mereka," demikian Soegiharto. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006