Jakarta (ANTARA News) - Calon Legislatif (Caleg) perempuan yang kurang tanggap terhadap masalah aktual bangsa dianggap sebagai salah satu faktor minimnya pemberitaan di media massa.

"Bagaimana media mengekpsos caleg perempuan jika tidak tanggap terhadap masalah aktual bangsa? Kasus Satinah dan isyu kesehatan reproduksi misalnya," kata Fransisca Ria Susanti pada Diskusi Pemberitaan Caleg Perempuan di Media, di Jakarta, Jumat (28/3).

Fransisca, aktivis perempuan dan wakil pemimpin redaksi Sinar Harapan, menambahkan caleg perempuan harus memahami syarat nilai berita jika ingin disorot media.

"Caleg perempuan harus punya kecepatan aktualitas isyu. Karena media punya aktualitas, apabila caleg perempuan tidak paham maka media akan kesulitan," katanya.

Ia menambahkan menurut penelitian yang dilakukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) terhadap lima media cetak pada 2009, berita tentang perempuan dan parlemen tidak banyak menghiasi media massa.

"Berita tentang perempuan dan parlemen tidak banyak di media. Rata-rata delapan kali dalam tiga bulan atau tiga berita perbulan," kata Fransisca mengutip hasil penelitian tersebut.

"Survey yg dilakukan AJI tahun 2009 masih relevan. Sebanyak 90 persen (pemberitaan) masih berisi tentang kuota 30 persen caleg perempuan sementara yang membahas program hanya 0,6 persen," katanya.

Ia mengatakan minimnya informasi yang bisa digali dari caleg perempuan membuat pemberitaan tidak mengangkat programnya melainkan kehidupan pribadi maupun seksualitas semata.

"Penyebutan caleg perempuan masih bias gender, misal caleg perempuan masuk bui atau tewas terbunuh. Kebanyakan juga mengangkat kehidupan pribadi bagi calon dari kalangan selebritis," katanya.

Namun ia menambahkan hal tersebut bisa menjadi kritik kepada partai politik yang kurang mampu melakukan kaderisasi terhadap calegnya.

"Kesalahan pada caleg perempuan sebenarnya adalah kesalahan parpol yang tidak mampu mengkaderisasi," pungkas Fransisca.(*)

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2014